Pengusaha Industri Mamin Prediksi Harga Gula Naik 10% Tahun Depan
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia atau Gapmmi memprediksi harga gula di Indonesia akan naik hingga 10% pada tahun depan. Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman mengatakan kenaikan tersebut akibat harga gula dunia yang masih tinggi.
“Harga gula itu sudah tinggi naiknya dari dulu, tahun lalu aja naiknya 30%, tetapi diprediksi untuk tahun depan perkiraan naiknya akan sampai 10%,” ujar Adhi saat ditemui di Jakarta, Rabu (2/7).
Dia mengatakan, penyebab harga gula dunia masih tinggi lantaran adanya cuaca ekstrem El Nino yang terjadi pada Agustus-September 2023. Selain itu, kenaikan harga dipengaruhi oleh India yang mengurangi jumlah ekspor gulanya dari 11 juta ton menjadi hanya 6,1 juta ton.
Adhi menuturkan, kebijakan India tersebut menyebabkan stok gula global menjadi turun. Untuk diketahui, India paling banyak mengekspor gula ke Bangladesh, Malaysia, Sudan, Somalia dan Uni Emirat Arab.
Disisi lain, dia juga memprediksi harga gula global atau dunia akan lebih mahal dari pada Harga Pokok Penjualan atau HPP yang ditentukan di Indonesia. Adapun HPP gula saat ini Rp 12.500 per kilogram atau kg.
“Kalau dulu kan gula global itu jauh lebih murah dari pada HPP di Indonesia, dulu untuk gula rafinasi itu masih di bawah 9.000 sekarang sudah di atas,” kata dia.
Selain itu, dia menyebut untuk harga gula industri juga akan naik diperkirakan menyentuh diatas Rp 12.000 - Rp 13.000 per kg. Untuk itu, saat ini pengusaha saat ini pengusaha industri makanan dan minuman sebagian telah mengganti gula untuk produk maminnya dengan stevia.
Harga rata-rata gula dunia melejit pada Mei 2023. Data Bank Dunia (World Bank) menunjukkan, harganya mencapai US$0,56 per kilogram (kg). Capaian ini naik 5,6% dibanding April 2023 (month-on-month/mom), melonjak 30,2% dibanding Mei 2022 (year-on-year/yoy).
Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) menyebut level kenaikan pada Mei 2023 menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2011 atau sedekade terakhir. FAO menjelaskan, kenaikan disebabkan oleh pengetatan pasokan global dan juga kondisi produsen sekaligus pengekspor terbesar di dunia, seperti Brasil.