Relokasi Rempang Maksimal 28 September, Bahlil Janji Pakai Cara Lembut
Pemerintah menargetkan relokasi warga di Pulau Rempang harus selesai 28 September 2023. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia berjanji untuk menggunakan cara yang lebih humanis dalam menghadapi masyarakat Pulau Rempang yang terdampak relokasi akibat proyek ini.
"Kami akan mengerahkan cara-cara yang lembut," kata dia dikutip dari Antara, Minggu (17/9).
Dia pun memberikan penjelasan terkait percepatan pengembangan proyek Rempang Eco-City yang terkesan terburu-buru sehingga menimbulkan protes dari warga. Menurut Bahlil, investasi itu harus direbut sehingga bisa menciptakan lapangan pekerjaan.
"Kami ini berkompetisi, negara tujuan foreign direct investment (FDI) terbesar di ASEAN saat ini diraih negara Singapura di posisi pertama. Sementara itu, Indonesia dengan luas wilayah lebih besar, justru berada di posisi kedua. Ini kami mau merebut investasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan," kata Bahlil.
Untuk itu, Bahlil mengatakan, perebutan proyek investasi asing ini butuh kecepatan dan ketepatan yang tidak menimbulkan kerugian di satu pihak.
"Kalau kita terlalu lama, memangnya mereka (investor) mau menunggu kita? Kita butuh mereka, tapi di sisi lain, juga harus menghargai yang di dalam," ujarnya.
Ia mengungkapkan total nilai investasi yang akan diserap dari proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City ini mencapai lebih dari Rp300 triliun. Di pengembangan tahap awal, investor akan menggelontorkan kurang lebih Rp175 triliun.
Ganti Rugi Lahan
Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Hadi Tjahjanto mengatakan, akan ada pemberian langsung sertifikat hak milik (SHM) kepada warga yang bersedia direlokasi untuk pengembangan Rempang Eco-City.
Hadi menyebutkan, sertifikat itu langsung diserahkan setelah tanah dan bangunan sudah diinden di lokasi yang ditetapkan, dan proses pembangunan telah dimulai.
"Sambil dilakukan pembangunan dan diawasi, kami bisa langsung menyerahkan sertifikatnya," ujar Hadi.
Ia menegaskan, sertifikat yang akan diberikan merupakan sertifikat hak milik. Sertifikat tersebut akan disamakan dengan sertifikat yang diserahkan di 37 lokasi kampung tua di Batam. Dengan demikian, masyarakat tidak boleh memperjualbelikan, melainkan hanya dapat dimiliki oleh warga yang terdampak.
Tempat relokasi tersebut telah dipersiapkan, yang mana masing-masing kepala keluarga akan memperoleh lahan seluas 500 meter persegi, dengan bangunan rumah tipe 45 yang nilainya sekitar Rp 120 juta.
"Sekarang masih dalam proses, kami sudah minta supaya clear and clean, setelah itu baru kami serahkan HPL-nya sesuai hasil pengukuran di lapangan," jelasnya.
Menurut data yang dihimpun Tanahkita.id, selama periode 1988-Juli 2023 ada 562 kasus konflik lahan yang tercatat di Indonesia. Konflik yang terjadi selama periode tersebut melibatkan lahan sengketa dengan luas total sekitar 5,16 juta hektare, dan tercatat sudah memakan korban jiwa sekitar 868,5 ribu orang.
Selama periode 1988-Juli 2023 konflik lahan paling banyak terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah, yakni 126 kasus.