Pemerintah akan Ajukan Draft Undang-Undang Atasi Sampah Makanan
Pemerintah dan DPR sepakat mengatur sampah makanan atau food loss dan sampah makanan olahan atau food waste di dalam negeri. Draft Undang-Undang tersebut akan diajukan pada tahun ini.
Aturan soal sampah makanan dinilai penting untuk mengurangi jumlah tingkat Food Loss dan Food Waste (FLW). "Lebih dari 17% makanan menjadi food waste, kalau food loss pasca panen itu sekitar 14%. Alhasil, total 31% dari makanan jadi food loss dan food waste," kata Kepala Badan Pangan Nasional atau NFA Arief Prasetyo Adi dalam Peringatan Hari Kesadaran Food Loss dan Food Waste Dunia, Jumat (29/9).
Padahal, Bapanas mendata 14% dari total kabupaten/kota di dalam negeri merupakan wilayah rentan rawan pangan. Penyebab utama kerentanan pangan yakni defisit neraca pangan dan tingginya persentase penduduk miskin di suatu wilayah.
Dalam kerangka FLW, food loss merupakan kehilangan pangan yang terjadi pada tahap produksi hingga tahap pengemasan. Sedangkan food waste adalah pangan yang terbuang saat proses distribusi dan konsumsi.
Utusan Khusus Presiden (UKP) RI Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan, Muhamad Mardiono, mengatakan Indonesia memerlukan peta jalan gerakan nasional untuk menurunkan tingkat mubazir pangan atau Food Loss dan Food Waste (FLW).
“Sebuah gerakan yang diharapkan akan membantu pemerintah dalam menyiapkan regulasi dan program pengurangan FLW yang melibatkan masyarakat, akademisi, pelaku usaha, dan media massa,” kata Mardiono dalam keterangan persnya.
Mardiono mengatakan peta jalan gerakan nasional penurunan FLW juga diharapkan dapat membangun kesadaran dalam berperilaku dan berbudaya di kalangan masyarakat dalam mengkonsumsi pangan secara lebih bertanggung jawab.
Bahkan untuk produsen di sektor ritel, ujar Mardiono, dapat mengurangi volume produksi makanan yang akan kadaluarsa dan terbuang bila tidak dikonsumsi pada waktu dan kondisi yang aman.
Arief memaparkan secara global volume food waste dan food loss per tahun mencapai 1,3 miliar ton. Dengan kata lain, sepertiga dari makanan yang diproduksi selama setahun tidak dikonsumsi.
Arief menghitung volume food loss dan food waste di dalam negeri mencapai 48 juta ton pada 2000-2019. Artinya, setiap masyarakat di dalam negeri membuang makanan hingga 184 kilogram (Kg) per tahun selama 20 tahun terakhir.
Arief mengatakan dampak ekonomi food loss dan food waste di dalam negeri setidaknya Rp 231 triliun atau hingga Rp 551 triliun per tahun. Angka tersebut setara dengan 5% nilai perekonomian nasional.
Di samping itu, nilai ekonomi makanan yang terbuang atau tidak layak dikonsumsi setara dengan biaya pembangunan Ibu Kota Nusantara yang senilai Rp 444 triliun.
Berdasarkan sebuah survei, sayuran merupakan jenis makanan yang paling banyak dibuang yakni sebesar 31%. Diikuti nasi (20%), daging (11%), produk susu (10%), dan ikan (10%). Masalahnya, limbah makanan akan semakin menambah akumulasi gas rumah kaca di atmosfer. Hal ini dikarenakan sampah organik atau sampah makanan yang terbuang di tanah menyumbang 50-55% gas metana dan 40-45% gas CO2.
Arief mengatakan pengaturan food loss dan food waste tersebut penting mengingat produksi beras tahun ini diramalkan susut sekitar 5% atau hingga 1,5 juta ton.