Luhut Kembali Kerja, Bahas Strategi Indonesia jadi Negara Maju
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan kembali muncul dan bertugas setelah sempat sakit dan menjalani perawatan di Singapura. Luhut memimpin konferensi pers akhir tahun membahas strategi yang perlu dilakukan Indonesia untuk mengejar target menjadi negara maju pada 2045.
"Saya sudah kembali treadmill 30-40 menit sehari, plank juga. Tetapi saya mencoba untuk bekerja tidak seperti sebelumnya karena lima bulan ini butuh recovery penuh," ujar Luhut dalam konferensi pers, Jumat (22/12).
Luhut mengatakan, sudah kembali ke Indonesia sejak 10 hari lalu dan melapor kepada Presiden Joko Widodo untuk kembali bekerja di Kabinet Indonesia Maju. Luhut mengaku mendapat pesan dari Jokowi untuk membantu mempersiapkan transisi pemerintahan ke presiden berikutnya untuk membantu mengejar target menjadikan Indonesia negara maju pada 2045.
Menurut dia, 5-10 tahun ke depan adalah waktu yang penting untuk Indonesia memastikan dapat mencapai target sebagai negara maju pada 2045. Pada periode pemerintahan berikutnya itu, ekonomi Indonesia harus tumbuh di atas 6%.
"Indonesia punya visi tinggi menjadi negara berpenghasilan tinggi. Kita harus tumbuh di atas 6% untuk mencapai target itu," kata Luhut.
Ia menyebut pemerintah berpacu dengan waktu untuk mencapai target menjadi negara maju. Ini karena bonus demografi akan berakhir pada 2030 dan populasi Indonesia akan didominasi oleh orang tua.
"Kami menyiapkan data-data yang diminta Presiden Joko Widodo untuk membantu pemerintahan berikutnya," kata Luhut.
Meski tak bisa bekerja seperti sebelum jatuh sakit, Luhut memastikan data-data yang diminta Jokowi disiapkan dengan sangat baik. Ia dibantu oleh para deputinya secara penuh dalam menyiapkan permintaan Jokowi tersebut.
Presiden Jokowi sebelumnya menekankan Indonesia memiliki peluang untuk menjadi negara maju pada 2045. Ini seiring dengan adanya bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada 2030.
Meski demikian, potensi Indonesia terjebak dalam middle income trap juga masih sangat besar. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, seperti Cina, Malaysia, Korea Selatan, Thailand, dan Brasil ketika mereka pertama kali masuk kelompok upper middle income, Indonesia belum memenuhi syarat perlu dan syarat cukup untuk menuju negara berpendapatan tinggi.
Dokumen White Paper yang diterbitkan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), pada bagian Menavigasi Jalan Indonesia Menuju 2045: Kesetaraan dan Mobilitas Ekonomi yang ditulis Teguh Dartanto dan Canyon Keanu Can, menunjukkan hal itu. Tulisan itu menjelaskan perbandingan antara kondisi Indonesia dan negara-negara tersebut.
Peluang Indonesia untuk menjadi negara berpendapatan tinggi di tahun 2045 sangat kecil karena Indonesia belum memiliki beberapa kondisi dasar pendorong kemajuan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Korea mencapai 12%, Cina 10,6%, Malaysia 6,8%, dan Thailand 7,5% jauh di atas Indonesia yang hanya berkisar 5%.
Kemajuan ekonomi negara-negara tersebut, kecuali Brasil, ditopang oleh sektor manufaktur di mana kontribusi sektor manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 28% untuk Korea Selatan, 30% untuk Malaysia, dan 32% untuk Cina. “Selain itu, negara-negara tersebut juga memiliki keterbukaan ekonomi yang ditunjukkan oleh rasio ekspor terhadap PDB yang cukup tinggi,” kata Teguh dan Canyon dalam risetnya.