Bapanas: Harga Beras Impor Mulai Naik, Tapi Lebih Murah daripada Lokal
Pemerintah mengalokasikan anggaran mencapai Rp 30 triliun untuk mengimpor 3 juta ton beras dari sejumlah negara. Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan harga beras impor masih lebih murah dibandingkan beras dari dalam negeri meski harganya mulai naik.
Ia menjelaskan, harga beras global telah naik dari rentang US$ 460 sampai US$ 500 per ton menjadi lebih dari US$ 600 ton. Kondisi ini diperburuk dengan pelemahan nilai tukar rupiah yang kini mencapai Rp 15.655 per dolar Amerika Serikat hari ini, Rabu (28/2).
"Kenaikan harga pangan ini terjadi di seluruh dunia, tidak hanya di Indonesia," kata Arief di Pasar Induk Beras Cipinang, Rabu (28/2).
Bulog telah mendatangkan 500 ribu ton beras impor dari kuota akhir 2023 pada Januari 2024. Sementara itu, sebanyak 500 ribu ton beras impor dari kuota 2 juta ton tahun ini masih dalam perjalan ke dalam negeri dan akan tiba pada Maret 2024.
Arief menjelaskan, beras impor itu yang didatangkan Bulog memiliki spesifikasi kandungan beras pecah hanya 5%. Beras tersebut masuk dalam spesifikasi beras medium. Adapun spesifikasi beras medium adalah kandungan beras pecah mencapai 20%.
Arief menyampaikan total kuota impor sepanjang 2024 mencapai 4,1 juta ton atau tertinggi sepanjang masa. Kuota impor tahun ini terdiri dari kuota akhir 2023 yang ditangguhkan awal 2024 sejumlah 500.000 ton, kuota utama 2024 sejumlah 2 juta ton, dan kuota tambahan sejumlah 1,6 juta ton.
Bapanas mendata rata-rata nasional harga beras premium mencapai Rp 16.410 per kg hari ini, Rabu (28/2). Sementara itu, harga beras medium adalah Rp 14.310 per kg.
Dengan demikian, pemerintah harus mengalokasikan anggaran Rp 49,23 triliun untuk membeli 3 juta ton beras premium lokal. Anggaran untuk beras medium adalah Rp 42,93 triliun untuk pembelian 3 juta ton.
Direktur Bisnis Perum Bulog Febby Novita menjelaskan, harga beras global naik akibat konflik geopolitik dan El Nino pada tahun lalu. Selain itu, India melakukan pembatasan ekspor, meningkatkan bea impor, dan mengimplementasikan pembatasan pembelian minimum sejak Juli 2023.
Febby mencatat India memasok 40% dari kebutuhan beras global. Kondisi tersebut diperburuk dengan peningkatan permintaan beras globa dari Eropa. Menurutnya, konflik Ukraina-Rusia telah mengubah preferensi konsumsi konsumen Eropa dari gandum menjadi beras.
"Konsumen Eropa yang tadinya tidak beli beras jadi beli beras. Alhasil, Eropa ikutan borong beras dari Thailand dan Vietnam. Ini kondisi yang menarik," kata Febby.