Kuota Pupuk Bersubsidi Habis Juli, Bagaimana Nasib Petani?
Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi menyebut, kontrak pertama pupuk bersubsidi senilai Rp 26,7 triliun akan habis pada bulan ini. Namun demikian, Rahmad memastikan pihaknya tetap akan menyalurkan pupuk ke petani.
"Jadi, komitmen kami bersama dengan pemerintah sambil proses anggarannya itu diselesaikan, Pupuk Indonesia akan terus menyalurkan pupuk," kata Rahmad di Jakarta, Rabu (17/7), seperti dikutip dari Antara.
Pupuk Indonesia mendapat tugas dari pemerintah melalui Kementerian Pertanian agar menyalurkan pupuk subsidi dengan total sebesar 9,55 juta ton atau senilai Rp 54 triliun di tahun 2024. Dari penugasan tersebut, Pupuk Indonesia baru melakukan kontrak pertama dengan volume 4,7 juta ton dengan nilai kontrak Rp26,7 triliun. Kontrak tersebut akan habis pada Juli ini.
Rahmad mengaku sudah melaporkan hal itu kepada Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Pupuk Indonesia saat ini ini juga sedang menggarap administrasi untuk kontrak lanjutan.
Ia menegaskan bahwa meskipun kontrak lanjutan belum ada, Pupuk Indonesia sebagai BUMN tidak akan membiarkan petani kesulitan. Hal itu juga sesuai arahan dari Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman.
"Saya tahu persis Menteri Pertanian all out langsung di hari yang sama saya laporkan, menelpon Presiden (Joko Widodo), menelpon Menteri Keuangan dan sudah disepakati. Dan kesepakatan-kesepakatan tingkat menteri itu kemudian kami juga sudah diinstruksikan untuk tidak berhenti menyalurkan (pupuk subsidi)," jelasnya.
Dia menyebutkan, sekitar 150 kabupaten akan habis alokasi pupuk subsidinya pada Juli ini. Pupuk Indonesia berkomitmen akan tetap menyalurkan sesuai dengan Permentan atau alokasi yang sudah disepakati melalui Pokja Pupuk yang dipimpin oleh Kemenko Perekonomian.
"Jadi itu acuannya, bahwa hitungan kontrak antara PI (Pupuk Indonesia) dengan pemerintah kita selesaikan, tapi petani tidak boleh dirugikan," tegasnya.
Menurut dia, Pupuk Indonesia sebenarnya bisa saja hanya menyalurkan sesuai dengan kontrak. Namun, distribusi tetap akan dilakukan karena situasi darurat yakni produksi pertanian yang tidak boleh terganggu.
"Kami pun sepakat dengan pemerintah, kontraknya urusan kami dengan pemerintah. Tapi sudah ada kebijakan Pak Presiden (Jokowi) dengan alokasi itu, itu jadi acuannya," katanya.
Pemerintah telah menetapkan alokasi subsidi pupuk secara nasional naik menjadi 9,55 juta ton atau meningkat dua kali lipat dari yang sebelumnya 4,7 juta ton. Penambahan alokasi subsidi pupuk ini tertuang pada Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 249 Tahun 2024 dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 01 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Permentan Nomor 10 Tahun 2022.
"Jadi bukan alokasi yang 9,55 juta ton yang habis, tapi kontrak yang berdasarkan alokasi pertama, itu yang volumenya sudah habis. Tapi kan kita tidak boleh mengorbankan administratif karena hal yang lebih substantif. Subtantifnya adalah kita harus mendorong produktivitas pertanian," kata Rahmad.