Aturan BMAD Tak Kunjung Terbit, Keramik Cina Berpotensi Makin Banjiri Pasar RI

Andi M. Arief
26 Agustus 2024, 19:00
Kementerian perdagangan, keramik, impor, cina
ANTARA FOTO/Rizal Hanafi/rwa.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan meninjau produk keramik dan tableware ilegal saat Ekspose Barang Hasil Pengawasan di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (20/6/2024). Kemendag akan memusnahkan sebanyak 4.565.598 biji produk keramik dan tableware senilai Rp79.897.965.000 asal China karena tidak memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) dan Nomor Pendaftaran Barang (NPB) SNI.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia atau Asaki berharap Peraturan Menteri Keuangan tentang Bea Masuk Anti Dumping keramik impor terbit pada pekan depan. Pengusaha khawatir keramik asal Cina bakal membanjir pasar Indonesia jika beleid tersebut tak kunjung terbit.

Kementerian Perdagangan telah mengirimkan surat rekomendasi besaran BMAD kepada Kementerian Keuangan sejak 5 Agustus 2024. Besaran BMAD yang direkomendasikan Kemendag adalah 45% sampai 50%. Angka tersebut  sebenarnya jauh lebih rendah dibandingkan rekomendasi Komisi Anti Dumping Indonesia yang mencapai 199,8%.

"Kalau aturan BMAD terbit lebih lama dari pekan depan, utilisasi industri keramik nasional akan tergerus lagi dari posisi saat ini sebesar 62%," kata Ketua Umum Asaki Edy Suyanto di Gedung DPR, Senin (26/8).

Edy menjelaskan, importir keramik tengah melakukan pemesanan dari Cina dalam jumlah besar. Penundaan penerbitan aturan BMAD dapat kembali memukul utilisasi industri keramik nasional.

"Importir selalu memanfaatkan kesempatan. Kami mohon atensi pemerintah untuk bisa segera mengeluarkan PMK dalam bulan ini," katanya.

Walau demikian, Edy menilai industri keramik dapat berangsur pulih jika aturan BMAD keramik terbit pekan depan.

Menurutnya, utilisasi industri keramik dapat naik menjadi 70% pada akhir tahun ini dan 80% pada tahun depan jika BMAD berlaku.

Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kemendag Kasna mengatakan, rekomendasi BMAD pada keramik impor telah mempertimbangkan semua aspek, mulai dari konsumen hilir keramik hingga inflasi akibat tambahan bea masuk tersebut.  

Penambahan bea masuk pada keramik impor saat ini dapat berdampak pada pelaku toko bangunan hingga biaya konstruksi rumah. Kasan menyampaikan pihaknya tidak hanya memikirkan industri keramik nasional saat menentukan rekomendasi BMAD keramik impor.

"Pemerintah yang diwakili Menteri Perdagangan mempertimbangkan hal lain selain industri keramik, seperti toko bangunan, industri properti, sampai dampak ke inflasi nasional," kata Kasan di Hotel Borobudur, Rabu (14/8).

Pemerintah sebelumnya telah mengenakan bea masuk tindakan perlindungan (BMTP) terhadap keramik asal Cina, Vietnam, dan Thailand hingga November 2024.

BMTP keramik Tiongkok diterbitkan pada September 2018 melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119 Tahun 2018. Dengan kata lain, keramik asal Negeri Panda telah dikenakan bea masuk tambahan selama enam tahun terakhir.

Namun pengenaan bea masuk itu tak mampu membendung banjir produk Cina. Dampaknya, satu pabrik keramik dalam negeri akhirnya gulung tikar. Sebanyak 3.000 tenaga kerja di industri keramik terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam 1,5 tahun terakhir.

Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Danang Prastal Danial sebelumnya mencatat, keramik impor dari Cina telah mengikis utilisasi industri keramik nasional menjadi 60% pada saat ini. "Hasil produksi keramik dari peningkatan utilisasi industri keramik lokal lumayan besar, tapi mereka tidak bisa melakukannya karena harga keramik lokal kalah dengan keramik impor," katanya.

Reporter: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...