Alasan Bulog Sulit Serap Beras Lokal: Harga Tinggi, Kualitas Rendah

Andi M. Arief
4 September 2024, 16:11
beras, bulog, produksi, petani, harga beras
ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/tom.
Petani membajak sawah di persawahan Desa Hadipolo, Jekulo, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (28/8/2024). Menteri Pertanian Amran Sulaiman optimistis produksi beras pada tahun 2024 akan naik 10 persen seiring adanya prakiraan La Nina yang akan terjadi di Indonesia, sementara produksi beras pada Agustus hingga Oktober 2024 diperkirakan akan surplus dan pada September 2024 diproyeksi mencapai 2,87 juta ton menjadi yang tertinggi selama 10 tahun terakhir.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Perum Bulog menyatakan ada dua kesulitan yang dihadapi untuk menyerap beras produksi lokal, yakni harga dan kualitas. Oleh karena itu, Bulog memproyeksikan hanya dapat menyerap 200.000 ton dari surplus produksi beras nasional Agustus-Oktober 2024 yang diperkirakan mencapai 1 juta ton.

Total serapan Bulog dari dalam negeri hanya dapat mencapai 1,03 juta ton tahun ini. Angka tersebut sudah termasuk penugasan pemerintah untuk menyerap 600.000 ton beras lokal sepanjang 2024.

Direktur Utama Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan, pembelian beras oleh Bulog dibatasi oleh Harga Pembelian Pemerintah senilai Rp 11.000 per kilogram. "Harga beras di tingkat penggilingan sudah Rp 12.100 per kg, sehingga Bulog tidak bisa beli beras lokal," kata Bayu dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR, Rabu (4/9).

Bayu mengaku dapat membeli beras lokal dalam jumlah besar dengan kondisi tersebut. Namun langkah tersebut akan mendorong inflasi nasional lantaran beras menjadi kontributor inflasi paling besar saat ini.

Di samping itu, Bayu mengaku dapat menyerap beras lokal dalam bentuk gabah di tingkat petani. Akan tetapi, langkah tersebut akhirnya dapat menggenjot kompetisi di tingkat penggilingan padi yang akhirnya meningkatkan harga beras di tingkat konsumen.

Berdasarkan paparan Badan Pangan Nasional, kontribusi harga beras pada inflasi Agustus 2024 mencapai 0,43% secara tahunan. Capaian tersebut membuat beras menjadi komoditas dengan kontribusi tertinggi dari kelompok belanja rumah tangga bulan lalu.

Faktor kesulitan penyerapan beras lokal kedua adalah rendahnya mutu yang dihasilkan petani. Bayu menilai hal tersebut disebabkan oleh inefisiensi proses pengeringan di tingkat petani. Untuk diketahui, kadar air pada beras yang diserap Bulog maksimal 14% dengan kadar pecah maksimum 20%.

Bayu mengingatkan ketentuan tersebut merupakan bagian dari arahan legislator untuk tidak menyerap beras berkualitas rendah. "95% lebih pengeringan beras di dalam negeri masih menggunakan tenaga matahari. Dengan demikian, pengeringan tidak dapat dilakukan jika ada hujan," katanya.

Menurutnya, rendahnya teknologi yang digunakan akhirnya membuat harga beras di dalam negeri tidak kompetitif. Untuk diketahui, beras yang diimpor Bulog merupakan beras premium atau beras dengan kandungan beras pecah kurang dari 5%.

Ia mencatat harga beras impor yang telah tiba di gudang Bulog kini dihargai Rp 10.500 per kg. Dengan kata lain, harga beras lokal di tingkat penggilingan lebih mahal 15,23% dibandingkan harga beras impor di gudang Bulog.

Di samping itu, Bayu memperkirakan harga beras medium impor pun dapat mencapai Rp 9.000 sampai Rp 9.500 per kg di gudang Bulog. Secara rinci, beras medium adalah beras yang mengandung beras pecah hingga 20%. "Namun tidak ada negara yang menjual beras medium di pasar internasional," katanya.

Reporter: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...