Uni Eropa Tunda Kebijakan Anti-Deforestrasi, Pengusaha Sawit Lega
Uni Eropa memutuskan menunda penerapan aturan anti-deforestasi atau EUDR. Penundaan kebijakan selama setahun setelah datang penolakan keras dari banyak pemerintah dan industri.
Kebijakan EUDR ini bertujuan mencegah impor produk yang mendorong deforestasi. Banyak pemerintah dan industri mengkritik EUDR karena aturan dianggap membingungkan dan persyaratan dokumentasi yang rumit yang menurut mereka akan sangat membebani petani skala kecil.
Menurut WWF, Impor Uni Eropa menyumbang 16 persen deforestasi yang terkait dengan perdagangan global pada 2017. Ketika EUDR diadopsi pada tahun 2023, regulasi itu disebut-sebut sebagai terobosan besar untuk melindungi alam dan iklim.
Regulasi tersebut mengharuskan eksportir kakao, kedelai, kayu, sapi, minyak sawit, karet, kopi, dan barang-barang yang berasal dari produk-produk tersebut, untuk menyatakan bahwa barang-barang mereka tidak diproduksi di lahan yang digunduli setelah Desember 2020.
Indonesia dan Malaysia dan Indonesia termasuk negara yang menentang aturan baru tersebut. Kritik semakin keras menjelang batas waktu implementasi pada Desember. Brasil dan Amerika Serikat termasuk yang menyuarakan kekhawatiran.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyambut baik penundaan tersebut. "Seruan kami telah didengarkan," kata Ketua Gapki Eddy Martono, yang juga mendesak UE untuk menerima standar keberlanjutan Indonesia dan mengakui upaya antideforestasi yang telah dilakukan.
Minyak kelapa sawit adalah salah satu komoditas ekspor utama Indonesia, yang juga adalah penyebab utama deforestasi. Berdasarkan Global Forest Watch, Indonesia kehilangan hampir 300.000 hektare hutan primer pada 2023, meningkat dari tahun sebelumnya, meskipun masih lebih rendah dari puncaknya pada 2016.
Sumber: DW