Menkes Klaim Sudah Libatkan Pengusaha dalam Pembahasan Aturan Penjualan Rokok
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengklaim telah mengajak Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo dalam pembahasan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Kesehatan. Budi memastikan telah meminta masukan pengusaha terkait pengaturan penjualan rokok.
RPKM Kesehatan merupakan aturan turunan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Adapun PP Kesehatan melarang penjualan rokok kurang dari 200 meter dari pusat pendidikan dan tempat bermain anak.
"Kami sebenarnya melibatkan Apindo untuk diskusi RPP Kesehatan, dan saat ini RPP Kesehatan dalam proses finalisasi dengan Apindo," kata Budi di Sheraton Grand Jakarta Gandaria City Hotel, Selasa (8/10).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Roy N Mandey sebelumnya mengaku pihaknya tidak dilibatkan dalam penggodokan PP Kesehatan yang mengatur penjualan rokok. Ia pun menilai pembuatan PP cenderung arogan dan tidak relevan dengan praktik ritel.
Ia, antara lain menyoroti salah satu pasal karet dalam Draf Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penanggulangan Penyakit Tidak Menular, Kesehatan Penglihatan & Pendengaran, dan Zat Adiktif. Pasal karet tersebut mengatur penjualan rokok setidaknya berjarak 200 meter dari pusat pendidikan.
Roy mendapatkan informasi bahwa pasal tersebut diatur dalam PMK. Padahal, pasal tersebut sebelumnya dikeluarkan dari Draf PP lantaran dinilai tendensius.
"Arogansi ini sudah bukan zamannya, perlu seluruh pihak untuk berjalan bersama. Mudah-mudahan ini bisa jadi masukan bahwa poin-poin pasal karet ini sebaiknya tidak ada di RPP Undang-Undang Kesehatan," kata Roy dalam detikcom Leaders Forum: Arah Industri Tembakau dan Pengaturan Akses Anak, Rabu (29/5).
Roy menilai, pasal terkait lokasi penjualan memiliki interpretasi ganda. Menurut dia, pasal tersebut tidak menjelaskan proses penghitungan jarak antara lokasi penjualan rokok dan pusat pendidikan.
Ia berpendapat pasal tersebut tidak memperhatikan lokasi usaha ritel yang notabenenya berada di pusat kawasan publik. Dengan demikian, usaha ritel selalu berdekatan dengan tempat-tempat publik, termasuk sekolah.
Di sisi lain, Sekretaris Umum Perkumpulan Pengusaha Kelontong Seluruh Indonesia Anang Zunaedi menyatakan 60% toko kelontong di dalam negeri berpotensi gulung tikar dalam waktu dekat. Ini karena penjualan rokok berkontribusi sekitar 65% dari total penjualan harian. Adapun rata-rata keuntungan yang didapatkan setiap toko kelontong hanya sekitar Rp 5 juta per bulan.
"Kalau PP Kesehatan diterapkan, sudah sekitar Rp 3,5 juta per bulan yang hilang. Bagaimana pengusaha kelontong menghidupi keluarganya. PP Kesehatan itu sangat memukul bagi kami pengusaha kelontong," kata Wahid di Jakarta Pusat, Selasa (13/8).
Wahid menjelaskan, rokok di toko kelontong umumnya dijual secara eceran per batang untuk mengikuti daya beli masyarakat. Pada saat yang sama, Wahid menjelaskan rokok merupakan produk yang membuat konsumen datang ke warung atau traffic puller.
Dengan demikian, Wahid mengatakan implementasi PP Kesehatan rokok dapat membuat mayoritas toko kelontong maupun warung di dalam negeri. "Kalau tidak ada rokok di toko kelontong, 60% pasti mati," ujarnya.