Pengamat Duga Kebakaran Smelter Gresik Berpotensi Ganggu Produksi Freeport

Mela Syaharani
16 Oktober 2024, 17:21
smelter gresik, freeport, kebakaran
Antara
Kebakaran di Smelter Gresik hanya berjarak tiga minggu setelah Presiden Joko Widodo meresmikan aktivitas produksi smelter tembaga PTFI.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Kebakaran di Smelter Gresik pada Senin (14/10) berpotensi mempengaruhi proses dan target hilirisasi Freeport. Puncak produksi Smelter yang ditargetkan terjadi pada Desember 2024 berpotensi mundur. 

“Kebakaran ini berpotensi mengakibatkan mundurnya target puncak produksi smelter tembaga Freeport,” kata Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan Bisman Bakhtiar saat dihubungi Katadata.co.id pada Rabu (16/10).

Smelter Manyar resmi beroperasi pada 27 Juni 2024 dan diperkirakan mencapai target puncak produksi tembaga pada Desember 2024. Saat itu, produksi smelter ini dapat mencapai hingga 1 juta ton katoda tembaga. 

Perkiraan mundurnya target puncak produksi ini juga akan mempengaruhi relaksasi ekspor konstrat tembaga yang diberikan kepada perusahaan tambang ini. Selama smelter tersebut belum beroperasi penuh, Freeport mendapatkan relaksasi ekspor konstrat tembaga.

 “Puncak produksinya itu diagendakan terjadi pada Desember 2024. Kalau pabriknya belum bisa produksi 100% karena hal yang bisa dipertanggung jawabkan, kemungkinan relaksasi akan diberikan satu hingga dua bulan,” kata Bahlil saat ditemui di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta pada Minggu (13/10). 

Kebakaran ini hanya berjarak tiga minggu setelah Presiden Joko Widodo meresmikan aktivitas produksi smelter tembaga PTFI. Pabrik senilai Rp 56 triliun tersebut memiliki kapasitas pengolahan konsentrat tembaga hingga 1,7 juta ton untuk menghasilkan 900 ribu ton katoda tembaga, 50 ton emas, dan 210 ton perak per tahun.

Terkait relaksasi ekspor, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya telah mengungkapkan adanya potensi perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga untuk PTFI dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara. 

Bahlil menyebut, dua perusahaan tersebut diproyeksikan mendapatkan relaksasi pada awal 2025. Bahlil mengakui konsentrat tembaga Indonesia memang sudah tidak boleh diekspor lagi. 

Larangan ekspor mineral mentah menjadi amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang mineral dan batu bara atau UU Minerba. Di dalamnya juga terdapat kewajiban bagi perusahaan tambang untuk membangun smelter.

“Smelter ini kan baru operasi komersial, belum produksi dengan kapasitas 100%. Kalau dipaksa nanti meledak, nanti dilihat dalam dua sampai tiga bulan ke depan. Ini pabriknya sudah bisa produksi kapasitas 100% apa belum,” ujarnya.

Jika pemerintah tidak memberi relaksasi ekspor kembali untuk Amman dan PTFI, maka dianggap sebagai sesuatu yang tidak adil. Sebab, PTFI telah menggelontorkan biaya investasi besar untuk smelter tembaga Manyar mencapai Rp 58 triliun, dan Amman Rp 21 triliun. 

Pemerintah hingga saat ini juga masih menghitung besaran ekspor tembaga jika nantinya direlaksasi. “Tapi relaksasi ini bukan total seluruh produksi diekspor, melainkan selisih antara produksi dengan kapasitas tampung dalam negeri,” kata Bahlil. 

Reporter: Mela Syaharani
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...