Buruh Minta Pemerintah Tak Gunakan Aturan Turunan Ciptaker untuk Tetapkan UMP
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia meminta pemerintah tidak lagi menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 sebagai rujukan penetapan upah 2025. Regulasi ini merupakan aturan turunan dari Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Hal ini didasarkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah mencabut atau merevisi UU tersebut. Presiden KSPI dan Partai Buruh Said Iqbal mengatakan terdapat 21 pasal di dalam Undang-undang Cipta Kerja yang bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945, termasuk norma-norma yang mengatur upah minimum.
“Karena UU cipta kerja itu sudah dicabut atau sudah tidak berlaku lagi oleh MK, maka pemerintah, DPR, seluruh rakyat Indonesia termasuk Apindo dan Kadin wajib mengikuti keputusan MK,” kata Said dalam konferensi pers yang dipantau secara daring pada Senin (4/11).
Said menyampaikan, keputusan MK ini bersifat fundamental. Ia mengutip poin nomor 8-17 dalam putusan MK yang menegaskan bahwa upah minimum harus diwujudkan secara adil dan tidak hanya menguntungkan pengusaha.
Namun, ia mengatakan pihaknya melihat adanya potensi pelanggaran keputusan MK yang akan dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo. Ini karena pemerintah berpotensi menerbitkan regulasi lain terkait upah, berupa Peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang menurutnya tidak berpedoman pada keputusan MK dianggap melanggar konstitusi.
“Padahal keputusan MK sudah kami terima sebagai penggugat, namun dikangkangi dan tidak ditaati pemerintah yang dalam waktu dekat akan menetapkan kenaikan upah minimum atas saran Apindo,” ujarnya.
Said mengatakan jika pemerintah tidak menjalankan keputusan MK, maka serikat-serikat buruh akan menginisiasi mogok nasional. Aksi ini rencananya akan dimulai pada 19 November hingga 24 Desember. Dia menyebut waktu pelaksanaan mogok nasional akan dilaksanakan minimal dua hari.
“Kami akan melaksanakan aksi ini secara damai dan tertib serta tanpa paksaan. Aksi ini tidak boleh melanggar undang-undang dan menghindari kekerasan,” ucapnya.
Said mengatakan aksi ini akan melibatkan lima juta buruh serta penghentian produksi di lebih dari 15.000 pabrik di seluruh Indonesia. Menurutnya, sektor jasa seperti pelabuhan dan transportasi umum juga akan turut berhenti beroperasi selama dua hari sebagai bagian dari unjuk rasa solidaritas untuk menuntut hak-hak buruh yang dijamin konstitusi.