Aturan Pemerintah agar Lahan Pertanian Tak Makin Tergerus Terbit Awal 2025
Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid menargetkan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional terbit pada kuartal pertama tahun depan. Aturan ini penting untuk menjaga luas lahan pertanian di dalam negeri.
Nusron mencatat, lahan pertanian terkoreksi antara 100.000 hektare sampai 150.000 hektare per tahun. Karena itu, Nusron mengusulkan pembentukan penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan atau LP2B secara nasional dalam PP tersebut.
"Alhasil kabupaten seperti Tangerang, Bekasi, atau Karawang dapat mengkonversi sawah untuk hilirisasi industri demi kebutuhan nasional. PP tersebut dapat membuat pemerintah daerah mengganti lahan pertanian di provinsi lain dengan produktivitas pangan yang sama," kata Nusron di kantornya, Selasa (31/12).
Nusron menjelaskan, Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan atau PLP2B belum disiplin diterapkan.
Nusron mengatakan UU No. 41 Tahun 2009 sulit diterapkan pada kawasan industri seperti Karawang, Bekasi, dan Tangerang. Sebab, pihak yang melakukan konversi lahan harus mengganti lahan tersebut di kabupaten yang sama.
PP tersebut akan menjadi turunan Undang-Undang No. 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2025-2045. Nusron mengatakan PP tersebut sedang digodok oleh Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Aturan konversi LP2B tertuang dalam UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan atau PLP2B. Beleid tersebut menetapkan luas lahan konversi harus mencapai tiga kali lipat jika berstatus lahan non teknis, dua kali lipat jika lahan berstatus semi teknis, dan satu kali lipat jika diganti dengan lahan pertanian.
Nusron mendorong agar pemerintah daerah menjadi pihak yang mencetak sawah baru untuk pembangunan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Sementara itu, pengembang wajib mencetak sawah jika membangun rumah komersial maupun kawasan industri.
Selain perlindungan dari konversi lahan, Nusron menilai proyek lumbung pangan atau food estate penting untuk dijalankan. Food estate yang dimaksud berada di Sumatra Utara, Kalimantan Tengah, dan Merauke.
Nusron menjelaskan, keberadaan food estate penting lantaran total kebutuhan lahan untuk mencapai status swasembada pangan mencapai 1,6 juta hektare pada tahun depan. Hal tersebut disebabkan oleh koreksi lahan pertanian antara 100.000 hektare sampai 150.000 hektare setiap tahunnya.
"Kalau lahan pertanian di Pulau Jawa konsisten terus terkoreksi, jadinya tetap tidak bisa diraih status swasembada pangan. Oleh karena itu, tambahan lahan pertanian baru jadi penting," katanya.
Untuk diketahui, total lahan food estate di ketiga provinsi tersebut lebih dari 2,2 juta hektare. Secara rinci, potensi lahan pertanian di Food Estate Kalimantan Tengah mencapai 1 juta hektare, di Merauke seluas 1,2 juta hektare, dan di Sumatra Utara disiapkan 785 hektare.
Nusron menilai lahan pertanian di ketiga food estate tersebut telah mempertimbangkan potensi berlanjutnya tren koreksi lahan pertanian hingga 2029. Nusron menjelaskan koreksi lahan pertanian umumnya terjadi karena dua alasan, yakni konversi menjadi wilayah perumahan atau kawasan industri.
"Manusia butuh lahan untuk urusan papan dan hilirisasi, tapi manusia pada saat yang sama juga butuh pangan. Kalau semua lahan dipakai untuk bangun rumah, ke depan masyarakat makan apa?" katanya.