Industri Kaca Berpotensi Terdongkrak Program 3 Juta Rumah, Terhambat Harga Gas

Andi M. Arief
3 Januari 2025, 13:07
industri kaca, program 3 juta rumah
ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Ilustrasi.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman atau AKLP optimistis utilitas produksi industri kaca akan meningkat akibat program 3 juta rumah tahun ini. Namun, optimisme tersebut masih dibayangi oleh kepastian kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu atau HGBT.

Ketua Umum AKLP Yustinus Gunawan mengatakan, utilitas industri kaca telah susut dari hingga 90% pada Oktober 2024 menjadi 85% bulan lalu. Angka tersebut dapat terus anjlok menjadi ke bawah 50% jika pemerintah memastikan kebijakan HGBT tidak dilanjutkan pada tahun ini.

"Alhasil, ratusan pabrikan kaca penerima HGBT diduga menjadi tidak berdaya saing untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8,7% pada 2027," kata Yustinus kepada Katadata.co.id, Jumat (3/1).

Yustinus sebelumnya menghitung program 3 juta rumah dapat meningkatkan permintaan domestik sebesar 10%. Pada saat yang sama, kapasitas produksi industri kaca Indonesia akan bertambah karena ada dua investasi baru dari Cina dan Korea Selatan, serta penambahan kapasitas pabrik yang telah eksisting di Indonesia.

Hal itu membuat kapasitas produksi kaca Indonesia bisa mencapai 2 juta ton tahun depan. Sementara permintaan domestik untuk industri kaca juga diperkirakan tidak melebihi kapasitas produksi tersebut pada 2025.  

Namun, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 91 Tahun 2023 tentang Penggunaan Gas Bumi dan HGBT menetapkan HGBT senilai US$ 6 per MMBTU hanya sampai akhir 2024. Pemerintah belum menentukan secara resmi apakah kebijakan tersebut diteruskan pada tahun ini atau tidak.

Yustinus menghitung penghentian kebijakan HGBT akan membuat harga gas naik 35% jika dibandingkan capaian Mei 2012 senilai US$ 10,2 per MMBTU. Untuk diketahui, PT Perusahaan Gas Negara atau PGN menaikkan harga gas sebesar 55% dari posisi sebelumnya senilai US$ 6,6 per MMBTU.

Pada saat yang sama, Yustinus menilai kondisi tersebut akan diperburuk dengan pembatasan penggunaan kuota gas HGBT oleh PT Perusahaan Gas Negara. Adapun pembatasan tersebut dilakukan dengan kebijakan Alokasi Gas Industri Tertentu.

AGIT membuat PGN membatasi penggunaan gas HGBT oleh pabrikan antara 65% sampai 70% dari kuota yang ditetapkan. Penggunaan gas di atas kuota tersebut dikenakan tarif hingga US$ 16,77 per MMBTU pada bulan ini.

Presiden Joko Widodo sebelumnya memutuskan untuk melanjutkan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) seharga US$ 6 per MMBTU bagi tujuh kelompok industri. Kebijakan harga gas murah industri ini semula akan berakhir pada tahun ini.  

Keputusan tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat internal bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi). Rapat membahas keberlanjutan dari kebijakan HGBT di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (8/7).

"Keputusannya HGBT itu dilanjutkan pada sektor eksisting yang sekarang tujuh sektor," kata Airlangga, seperti dikutip dari Antara.

Adapun tujuh kelompok industri tersebut, yaitu industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca dan sarung tangan karet. 

Reporter: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...