Pengusaha Hotel Berencana PHK Karyawan Imbas Efisiensi Anggaran Pemerintah

Ringkasan
- Badan Gizi Nasional (BGN) akan melibatkan pedagang kantin dan UMKM sebagai mitra dalam program Makan Bergizi Gratis untuk mengatasi kekhawatiran penurunan omzet.
- Kantin sekolah tetap bisa beroperasi meski program tersebut diterapkan, namun akan diberikan kesempatan khusus pada jam istirahat kedua dan siswa akan diprioritaskan untuk mengonsumsi makanan MBG terlebih dahulu.
- Pedagang kantin siap berpartisipasi dalam program MBG, terutama dalam pengadaan katering, karena omzet mereka menurun signifikan akibat pandemi dan siswa lebih memilih membawa bekal sendiri.

Survei Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia menunjukkan sebanyak 88% pengusaha hotel akan melakukan pemutusan hubungan kerja alias PHK imbas efisiensi anggaran pemerintah.
"Selain itu, 58% pengusaha hotel mengantisipasi potensi gagal bayar pinjaman kepada bank, sedangkan 48% pengusaha hotel memproyeksikan penutupan hotel karena defisit operasional," seperti tertulis dalam survei PHRI yang dikutip Senin (24/3).
Survei yang dilakukan kepada 726 responden itu merupakan pemilik tempat penginapan dengan jumlah 178 kamar per properti. Sebanyak 45% responden merupakan pengusaha hotel bintang empat dan mayoritas (56%) berasal dari Pulau Jawa.
Langkah PHK dilakukan karena para pengusaha mengalami penurunan pendapatan secara tahunan sampai 30%. Secara total, 60,48% responden meyakini akan mencatatkan kerugian pada 2025, lalu 56% responden percaya pendapatan akan susut antara 10% hingga 30%.
Prediksi penyusutan pendapatan bermula dari perkiraan lebih dari 50% pengusaha hotel yang memprediksi pemerintah akan meneruskan implementasi Inpres Nomor 1 Tahun 2025, tentang efisiensi anggaran, sampai kuartal ketiga tahun ini.
Mayoritas atau 42% responden menyampaikan minimnya penggunaan ruang pertemuan menjadi faktor terbesar dari implementasi Inpres tersebut. "Hal ini dapat dipahami karena permintaan terkait agenda pemerintah merupakan kontribusi utama terhadap permintaan fasilitas ruang pertemuan," tulis survei itu.
Sebelumnya, Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani mencatat pemerintah sudah tidak menggelar acara apapun sejak Januari 2025. Dia menyebut hal ini telah terjadi di kota-kota besar Indonesia.
PHRI telah mengirimkan surat kepada Presiden Prabowo dan Menteri Keuangan tapi belum mendapat respon. Usul asosiasi tersebut semua penawaran dari jasa akomodasi dan ruang rapat dimasukkan dalam katolog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan didigitalkan. "Ini untuk memaksimalkan pengelolaan anggaran," kata Haryadi.
Hariyadi mengatakan efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah akan berdampak signifikan bagi sektor hotel dan restoran di Indonesia. Berdasarkan hitungannya, dampak pemotongan anggaran menimbulkan potensi kerugian hingga Rp 24,8 triliun per tahun.
Angka tersebut terdiri dari akomodasi dan keperluan rapat atau pertemuan. “Jadi, hitungan kami, akomodasi saja potensinya bisa hilang Rp 16,538 triliun. Untuk meeting kira-kira Rp 8,26 triliun,” kata Hariyadi.
Nilai potensi kerugian tersebut setara dengan 40% okupansi hotel secara nasional dan 70% pangsa pasar pemerintah di daerah. “Jadi dampaknya akan signifikan dan sangat terasa,” ujarnya.