Penjualan Mobil Merosot, Gaikindo Soroti Daya Beli Masyarakat Belum Pulih


Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mendata penjualan mobil pada kuartal pertama tahun ini susut lebih dari 10.000 unit secara tahunan.
Secara rinci, penjualan mobil dari produsen ke distributor susut 4,7% menjadi 205.160 unit. Sementara penjualan mobil ke masyarakat turun 20.544 unit atau 8,9% menjadi 210.483 unit.
Pada tiga bulan pertama 2025, pertumbuhan hanya terjadi penjualan wholesale sebesar 2,2% pada Februari 2025 menjadi 72.295 unit. Sedangkan penjualan wholesale pada awal tahun anjlok 11,22% menjadi 61.932 unit dan susut 5,1% menjadi 70.892 unit pada Maret 2025.
"Penurunan penjualan wholesale pada Januari-Maret turun karena memang daya beli masih belum pulih 100%," kata Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto kepada Katadata.co.id, Rabu (16/4).
Berdasarkan data Gaikindo, merek mobil dengan penjualan terbanyak pada kuartal pertama tahun ini adalah Toyota atau mencapai 68.955 unit. Capaian tersebut diikuti Daihatsu sebanyak 34.99 unit dan Honda sekitar 22.336 unit.
Secara umum, hanya ada lima merek mobil dengan penjualan mobil lebih dari 10.000 unit pada Januari-Maret 2025. Realisasi penjualan mobil Honda diikuti Mitsubishi sejumlah 17.481 unit dan Suzuki sebanyak 14.174 unit.
Adapun merek mobil dengan pertumbuhan penjualan paling tinggi adalah BYD. Merek mobil listrik atau EV yang masih diimpor utuh dari Cina tersebut mencapai 5.363 unit atau 34,75% dari total penjualan sepanjang 2024 yang mencapai 15.429 unit.
Relaksasi Impor Tak Berdampak Signifikan Bagi Industri
Sebelumnya, Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara menilai pelonggaran kebijakan impor dari pemerintah tidak serta-merta berdampak signifikan pada industri otomotif nasional. Pasalnya, penjualan mobil di dalam negeri sangat bergantung pada ekosistem industri yang terbangun, layanan purna jual, serta potensi pasar yang ada.
Pemerintah berencana melonggarkan sejumlah syarat impor, termasuk aturan Pertimbangan Teknis dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Dua syarat ini selama ini menjadi pengatur masuknya beberapa komoditas impor, termasuk kendaraan bermotor.
“Dampak relaksasi kebijakan perdagangan terhadap industri otomotif tidak sesederhana yang dibayangkan. Selain itu, prinsipal industri otomotif luar negeri akan mempertimbangkan banyak hal sebelum masuk ke pasar domestik,” ujar Kukuh kepada Katadata.co.id, Kamis (10/4).
Kukuh menekankan keberhasilan penjualan mobil di Indonesia tidak hanya ditentukan oleh pelonggaran kebijakan tersebut. Menurutnya, prinsipal otomotif asing harus memiliki komitmen jangka panjang, seperti memastikan pasokan komponen, layanan purna jual, dan kesiapan ekosistem pendukung.
Dia juga menilai relaksasi kebijakan perdagangan, khususnya Pertimbangan Teknis, tidak akan mendorong lonjakan impor mobil listrik secara signifikan. Ia mengingatkan bahwa importir mobil listrik tetap diwajibkan membangun pabrik di Indonesia.
Beberapa merek mobil listrik yang sudah masuk pasar Indonesia antara lain BYD, Chery, Neta, Seres, dan Citroen. Kukuh yakin mereka tidak akan mundur dari komitmen pembangunan fasilitas produksi di dalam negeri.
“Mereka sudah punya komitmen untuk investasi di Indonesia, jadi tidak bisa hanya mengandalkan impor CBU,” kata Kukuh.