Produksi Tahu-Tempe Susut 10% Akibat Pelemahan Rupiah

Andi M. Arief
25 April 2025, 15:50
tempe, tahu, produsen
ANTARA FOTO/Ampelsa/YU
Perajin memindahkan kacang kedelai seusai direbus saat proses produksi menjadi tempe di Industri Kecil dan Menangah (IKM) Soy Ben, Desa Tanjung, Aceh Besar, Aceh, Selasa (15/4/2025). Pengusaha tempe di daerah itu menyatakan, harga bahan baku kacang kedelai impor asal Amerika terus mengalami kenaikan sejak sepekan terakhir dari harga Rp8.900 per kilogram menjadi Rp10.100 per kilogram yang dikhawatirkan dapat mengancam keberlangsung industri.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia atau Gakoptindo menyatakan produksi tempe-tahu saat ini turun 10% dari kondisi normal. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya harga kedelai akibat pelemahan kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. 

Ketua Umum Gakoptindo, Aip Syarifuddin, mengatakan harga kedelai yang dinikmati pengrajin saat ini  mencapai Rp 10.000 per kilogram. Menurutnya, angka tersebut naik hingga 25% dari rata-rata harga kedelai akhir tahun lalu sekitar Rp 8.000  per kg. 

"Mau tidak mau, sebagian produsen saat ini menaikkan harga atau mengecilkan ukuran tahu-tempe. Setiap daerah memiliki pendekatan yang berbeda-beda," kata Aip kepada Katadata.co.id, Jumat (25/4). 

Bank Indonesia mendata nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat telah melemah 4,66% atau naik Rp 752 secara tahun berjalan menjadi Rp 16.884. 

Aip menyampaikan menurunya produksi tahu-tempe saat ini murni karena nilai tukar. Sebab, Pasokan dan produksi kedelai dari Amerika Serikat masih stabil. 

Aip mendata 90,9% atau sekitar 3 juta ton kedelai kebutuhan industri tahu-tempe berasal dari pasar ekspor.  total volume kedelai asal Kanada, Brasil, dan Argentina paling banyak 400.000 ton atau hanya 12% dari kebutuhan industri tahu-tempe. 

Adapun, kedelai dari Amerika Serikat berkontribusi sekitar 79% dari kebutuhan industri tahu-tempe. Aip menjelaskan hal tersebut disebabkan oleh hasil produksi tempe yang lebih banyak dan bagus jika dibandingkan dengan kedelai dari negara lain maupun hasil petani lokal. 

Untuk diketahui, penurunan produksi tersebut sejalan dengan proyeksi impor kedelai oleh Badan Pangan Nasional. Secara rinci, Bapanas mencatat rencana impor kedelai sepanjang tahun ini mencapai 2,42 juta ton. Angka tersebut lebih rendah 6,73% dari kondisi normal atau sekitar 2,6 juta ton.

Aip mengatakan hal tersebut disebabkan murni akibat prediksi pelemahan rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat yang akan berlanjut sepanjang tahun ini. Namun Aip mengatakan daya beli masyarakat untuk tahu-tempe di dalam negeri tidak berubah. Hal tersebut tercermin dari stabilnya harga jual yang dinikmati pengrajin, yakni sekitar Rp 7.500 per unit. 

Dia juga optimistis teknis tidak akan berpengaruh pada industri tahu-tempe nasional. Sebab, pengrajin menyampaikan proses impor kedelai sejauh ini sudah cukup mudah.

Aip mencatat produktivitas kedelai di dalam negeri saat ini maksimal 2 ton per hektare. Menurutnya, angka tersebut telah ditingkatkan oleh pemerintah dari sebelumnya hanya 800 kilogram per hektare.

Oleh karena itu, Aip menilai petani di dalam negeri cenderung memproduksi tanaman pangan lain, yakni beras sekitar 5 ton per hektare atau jagung hingga 4 ton per hektare. Maka dari itu, perlu ada inovasi untuk menggenjot produktivitas kedelai di dalam negeri. 

"Kami tidak bisa memaksa petani untuk menanam kedelai sementara itu produktivitas tanaman pangan lain lebih besar," katanya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan