Belajar dari Krisis Kelapa, Bapanas Waspadai Risiko RI Ekspor Beras

Andi M. Arief
29 April 2025, 16:09
Beras
ANTARA FOTO/Yudi Manar/rwa.
Pekerja menyusun beras di Gudang Bulog, Medan, Sumatera Utara, Senin (28/4/2025). Kementerian Pertanian melaporkan stok cadangan beras pemerintah (CBP) secara nasional saat ini mencapai 3,18 juta ton atau tertinggi dalam 23 tahun terakhir di Indonesia.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Badan Pangan Nasional (Bapanas) sedang mengkaji potensi ekspor beras setelah mendapat izin dari Presiden Prabowo Subianto. Kajian ini diperlukan agar Indonesia tak menghadapi krisis pasokan seperti yang terjadi pada komoditas kelapa yang diekspor secara besar-besaran.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengungkapkan neraca produksi beras saat ini surplus hingga 5,79 juta ton. Dari jumlah tersebut, Perum Bulog telah diperintahkan menyerap 60% atau sekitar 3,5 juta ton untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP).

Dengan demikian, masih ada kelebihan 2,25 juta ton beras di pasar. Namun, potensi ekspor ini tetap perlu dikaji untuk menjaga ketahanan pangan nasional.

"Bulog diminta menyerap lebih banyak hasil produksi sebagai CBP agar pemerintah dapat melakukan intervensi saat masa panen raya berakhir. Sebab, volume produksi beras biasanya mulai turun sampai akhir tahun," katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (29/4).

Arief juga mengingatkan bahwa daya tahan CBP terbatas. Dengan rata-rata konsumsi nasional sebesar 2,57 juta ton per bulan, cadangan tersebut hanya cukup untuk sekitar 41 hari.

Untuk itu, pihaknya tetap mewaspadai kondisi CBP ketika harus digunakan secara maksimal. Meski demikian, ia tidak merinci lebih lanjut kondisi yang dimaksud.

Ia juga menyinggung risiko jika ekspor beras dilakukan tanpa perhitungan matang. “Jangan sampai eksportir beras akhirnya membuat industri beras seperti industri kelapa. Kalau surplus beras diekspor semua, apakah nantinya kita mau impor bahan jadinya?” kata Arief.

Oleh karena itu, ekspor beras hanya akan dilakukan setelah melalui tiga tahapan yaitu peningkatan produksi nasional, penyerapan CBP oleh Bulog, dan rampungnya rencana intervensi pemerintah lewat CBP. Pihaknya juga masih terus mempelajari arahan presiden terkait ekspor.

Jepang Dilanda Krisis Beras

Sementara itu, harga beras di Jepang terus melonjak dan mencetak rekor kenaikan selama 16 pekan berturut-turut. Kementerian Pertanian Jepang mencatat, harga beras melonjak lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun lalu.

Dalam sepekan hingga 20 April, harga beras rata-rata di Jepang mencapai 4.220 yen per 5 kilogram atau sekitar US$29,38 atau setara dengan Rp88.620 per kilogram.

Pemerintah Jepang di bawah Perdana Menteri Shigeru Ishiba telah melepas 210.000 ton beras dari stok darurat sejak Maret, namun distribusinya tidak optimal.

“Masalah logistik menyebabkan hanya sebagian kecil dari beras yang dilepas berhasil mencapai toko. Hal ini karena kendala kekurangan kendaraan dan waktu persiapan beras,” kata Kementerian Pertanian Jepang, dikutip Channel News Asia, Selasa (29/4).

Seiring melonjaknya harga, sejumlah perusahaan swasta Jepang mulai meningkatkan impor meski harus membayar mahal. Kanematsu, salah satu importir besar, menggandakan target impornya menjadi 20.000 ton hingga akhir tahun.

Perusahaan lain seperti Shinmei juga berencana mengimpor 20.000 ton dari Amerika Serikat hingga Juli. Sementara itu, satu importir lain yang enggan disebutkan namanya akan membeli sekitar 4.000 ton hingga 5.000 ton.

Sebagai catatan, Jepang hanya mengizinkan impor beras bebas tarif hingga 100.000 ton per tahun atau sekitar 1% dari konsumsi nasional, sesuai aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan