Menaker Geram dengan Alasan Perusahaan Aplikator Berikan BHR Kecil untuk Ojol


Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengaku geram dengan perusahaan aplikator ojek online (ojol) yang memberikan bonus hari raya Lebaran 2025 dalam jumlah kecil. Salah satu perusahaan aplikator malah berkelit bonus itu lebih baik daripada angka pengangguran meningkat.
"Argumentasi yang membuat kami kesal adalah perusahaan aplikator beralasan, daripada (banyak) masyarakat menganggur," katanya di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM), Jakarta, Jumat (2/5).
Perusahaan itu berargumen telah membantu masyarakat dengan menciptakan lapangan kerja. Namun, menurut Yassierli, kehadiran aplikator ini justru berkontribusi terhadap kenaikan tenaga kerja informal.
Para pekerja ini tidak memiliki perlindungan sosial atau jaminan sosial. Di masa depan, ia memperkirakan, angkanya akan naik, seiring dengan tren global.
"Dalam forum BRICS beberapa hari lalu di Brasil, kata kunci tema ketenagakerjaan di semua negara anggota sama, yakni perlindungan sosial, pekerjaan layak, dan seterusnya. Kondisi kita mirip-mirip dengan India dan Brasil," ujarnya.
Yassierli mengakui pembukaan lapangan pekerjaan yang layak merupakan salah satu tugas pemerintah. Hal ini tertuang dalam Pasal 28D Undang-Undang Dasar 1945, yakni negara menjamin hak setiap orang untuk bekerja, mendapatkan imbalan, dan mendapatkan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Ia telah merekomendasikan kewajiban Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja diperluas hingga pembentukan lapangan kerja. Targetnya, Satgas PHK mulai beroperasi pada bulan ini.
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mengatakan pembuatan lapangan kerja yang layak juga menjadi tanggung jawab pengusaha. "Dengan menciptakan regulasi internal yang baik dan menghormati HAM, misalnya tidak diskriminatif, jam kerja layak, keamanan lingkungan, dan keamanan kerja," katanya.
Badan Pusat Statistik mendata jumlah pengangguran terbuka pada Agustus 2024 mencapai 7,46 juta orang atau 4,91% dari total angkatan kerja. Adapun 62,93% pengangguran terbuka saat ini memiliki pendidikan sekolah menengan atas atau kejuruan (SMA/SMK) atau lebih rendah.
Secara rinci, 30,72% atau 2,29 juta pengangguran berpendidikan SMA. Lulusan SMK memiliki angka pengangguran yang rendah, yakni 0,25% atau hanya 18.401 orang.
Pengangguran terbuka pada angkatan kerja dengan pendidikan tinggi cukup banyak, yakni 13,56% dari total pengangguran atau sejumlah 1,01 juta. Mereka dengan pendidikan diploma sebanyak 170.527 orang, sedangkan jumlah tuna karya dengan ijazah sarjana mencapai 842.378 orang pada Agustus 2024.