Jumlah Pengunjung Mal Naik 10%, tapi Daya Beli Belum Tumbuh
Ketua Umum Asosiasi Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, mengatakan bahwa jumlah pengunjung mal pada periode Januari hingga Juli 2025, mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
“Pertumbuhannya kurang lebih 10% dibandingkan Januari–Juli tahun lalu,” kata Alphonzus saat ditemui di Kementerian Perdagangan, Rabu (6/8).
Berdasarkan data 400 pusat perbelanjaan yang bergabung dengan APBBI, rata-rata kunjungan lebih dari 50.000 orang per hari di setiap mal. Jika ditotalkan jumlah pengunjung pusat perbelanjaan berdasarkan hitungannya mencapai 20-30 juta orang per hari.
Meski tumbuh 10%, ia mengatakan peningkatan jumlah pengunjung pusat perbelanjaan tahun ini masih berada di bawah target yang ditetapkan. APPBI menargetkam pertumbuhan kunjungan mal sebesar 20–30% per tahun.
“Sekarang hanya tercapai 10%, jadi saya kira memang tetap tumbuh, tapi tidak signifikan bagi kami karena masih di bawah target. Memang betul (daya beli belum pulih),” ujarnya.
Terkait daya beli, ia menyebut fenomena rombongan jarang beli (rojali) dan rombongan hanya nanya (rohana) yang terjadi di pusat perbelanjaan disebabkan oleh berubahnya fungsi pusat perbelanjaan. Meskipun bukan faktor utama, daya beli masyarakat tetap memengaruhi intensitas terjadinya rojali dan rohana karena berkaitan dengan kondisi ekonomi makro dan global.
“Bukan melulu soal daya beli. Rohana dan rojali pasti ada setiap waktu, tapi intensitasnya bisa bertambah dan berkurang,” katanya.
Selain itu, ia juga membantah bahwa fenomena tersebut berkaitan dengan pergeseran pola belanja masyarakat dari mal ke toko daring (online).
“Saya kira bukan karena online, tetapi sekarang masyarakat kalau belanja tidak hanya sekadar berbelanja. Mereka menginginkan pengalaman lain seperti makan dan minum. Ini yang harus diperhatikan oleh teman-teman peritel, harus cepat merespons gaya hidup masyarakat yang terus berubah,” ujar dia.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 mencatat angka yang mengejutkan. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa ekonomi RI tumbuh 5,12% secara tahunan (year on year/yoy). Capaian ini memicu keraguan dari sejumlah ekonom yang menilai data tersebut janggal. Namun, pemerintah membantah tudingan adanya manipulasi data.
“Mana ada (permainan data),” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, di Gedung Kemenko Perekonomian, Selasa (5/8) malam.
Airlangga menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi didukung oleh sejumlah indikator positif. Menurutnya, semua data tersebut merepresentasikan kondisi pertumbuhan ekonomi saat ini.
“Ada kenaikan dari transaksi; transaksi digitalnya naik. Kalau tidak dipakai, kan tidak naik,” ujar Airlangga.
Berikut sejumlah katalis yang menurut Airlangga mendorong pertumbuhan ekonomi RI:
Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97% (yoy)
Investasi tumbuh 6,99% (yoy)
Penjualan eceran naik 1,19% (yoy)
Transaksi uang elektronik naik 6,26% (yoy)
Transaksi online di marketplace naik 7,55% (qtq)
Perjalanan wisata nusantara meningkat 22,3%
Wisatawan mancanegara naik 23,32% (yoy)
Penciptaan 3,6 juta lapangan kerja dalam satu tahun (Februari 2024–Februari 2025)
