Ekspor CPO ke India Melonjak 50% Jelang Perayaan Dipwali

Andi M. Arief
4 September 2025, 19:34
ekspor
ANTARA FOTO/Yudi Manar/foc.
Pekerja memikul tandan buah kelapa sawit hasil panen di kawasan perkebunan sawit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Sabtu (3/5/2025). PT Perkebunan Nusantara IV Regional I Sumatera Utara menargetkan produksi sawit tahun 2025 sebanyak 3,023,716,000 kilogram.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat adanya peningkatan ekspor minyak sawit mentah (CPO) ke India seiring persiapan perayaan Dipwali bulan depan, Senin (20/10). Lonjakan ini membuat volume ekspor CPO pada Juli 2025 naik 50% secara bulanan ke Negeri Bollywood.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor CPO nasional naik 24% secara bulanan pada Juli menjadi 13,64 juta ton. Ekspor lemak dan minyak hewani/nabati ke India mencapai US$2,2 miliar atau 20,26% dari total ekspor komoditas tersebut.

“Namun kenaikan ekspor CPO ke India ini belum tentu berlanjut sampai akhir tahun, karena sejumlah minyak nabati lain sudah mulai panen,” kata Ketua Umum Gapki, Eddy Martono kepada Katadata.co.id, Kamis (4/9).

Menurut Eddy, daya saing CPO di pasar global bisa menurun karena harga minyak nabati lain semakin kompetitif. Meski demikian, ia optimistis ekspor ke India bisa tembus sekitar 5 juta ton tahun ini.

Eddy menambahkan, perayaan Dipwali diperkirakan menyerap sekitar 500.000 ton CPO nasional. Peningkatan permintaan ini juga akan mendorong harga CPO ke India naik hingga akhir bulan.

Harga Referensi CPO Naik

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan harga referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) naik menjadi US$954,71 per metrik ton (MT). Kenaikan ini didorong oleh peningkatan permintaan, terutama dari India, serta rencana penerapan kebijakan mandatory B50 di Indonesia.

Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Tommy Andana, mengatakan HR dan pungutan ekspor (PE) untuk periode 1–30 September 2025 meningkat sebesar US$43,80 atau 4,81% dibandingkan HR CPO pada periode sebelumnya yang tercatat sebesar US$910,91 per MT.

“Peningkatan HR CPO tersebut karena adanya kenaikan permintaan terutama dari India dan rencana penerapan kebijakan mandatory B50 di Indonesia,” ujar Tommy dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (1/9).

Selain itu, kenaikan HR CPO juga dipengaruhi oleh naiknya harga minyak nabati lainnya, terutama minyak kedelai. Hal ini terkait dengan rencana Cina mengenakan antidumping duty terhadap minyak kanola asal Kanada, serta kebijakan mandatory biodiesel Amerika Serikat yang mendorong penggunaan minyak kedelai.

Tommy menyampaikan, saat ini HR CPO meningkat menjauhi ambang batas US$680 per MT. Hal ini merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berlaku.

"Pemerintah menetapkan bea keluar CPO sebesar US$124 per MT dan pungutan ekspor CPO sebesar 10% dari harga referensi CPO periode 1–30 September 2025, yaitu sebesar US$95,47 per MT,” kata Tommy.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...