Babak Baru Sengketa Hotel Sultan, Pontjo Sutowo Kembali Gugat Pemerintah
Pemerintah dan PT Indobuildco melanjutkan pertikaian hukum ke tahap selanjutnya pada tahun ini, yakni saling gugat masalah perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Indobuildco menggugat pemerintah agar menghentikan segala kegiatan di kawasan Hotel Sultan dan memperpanjang Hak Guna Bangunan, sementara itu pemerintah menggugat Indobuildco membayar royalti senilai US$ 45,35 juta atau sekitar Rp 741 miliar.
Berdasarkan data Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Indobuildco menilai pemerintah telah merubah bentuk dan kondisi tanah di kawasan komplek Hotel Sultan. Karena itu, perusahaan milik Pontjo Sutowo ini meminta pengadilan untuk memerintahkan pemerintah menghentikan aktivitas di kawasan usahanya.
"Indobuildco kembali melayangkan gugatan perdata melawan Menteri Sekretaris Negara, Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Keuangan, dan Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Pusat. Saat ini sedang di tahap pemeriksaan saksi," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR, Senin (8/9).
Secara rinci, Indobuildco menilai pemerintah telah melakukan perbuatan melawan hukum. Sebab, Indobuilddco menilai permohonan pembaruan hak atas Hak Guna Bagunan No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora sah menurut hukum.
Untuk diketahui, legalitas komplek Hotal Sultan tertuang dalam dokumen HGB No. 26/Gelora dan HGB No/ 27 Gelora yang berdiri di atas Hak Pengelolaan Tanah No. 1/Gelora. Sebelumnya, Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno atau PPKGBK menyatakan masa berlaku dua HGB yang dimiliki Indobuildco berakhir pada Maret-April 2023.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mencatat Indobuildco melayangkan gugatan pada 9 April 2025. Proses mediasi telah dilakukan pada 7-21 Mei 2025 namun berujung buntu. Karena itu, Majelis Hakim memutuskan melanjutkan proses pengadilan ke tahap pemeriksaan saksi.
Namun pengadilan mencatat sidang pemeriksaan saksi yang disediakan Indobuildco sudah ditunda dua kali sejak 19 Agustus 2025. Adapun sidang pemeriksaan saksi dari Indobuildco selanjutnya dijadwalkan kemarin, Senin (8/9).
Indobuildco Gugat Pemerintah
Di sisi lain, pemerintah melalui Menteri Sekretaris Negara dan Badan Layanan Umum PPKGBK menggugat Indobuildco pada 15 Mei 2025. Pemerintah menilai Indobuildco lalai dalam membayarkan royalti termasuk bunga dan denda dalam penggunaan HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27 Gelora pada 4 Maret 2007 sampai 3 Maret 2023.
Jika Indobuildco terbukti bersalah, pemerintah meminta pengadilan memerintahkan Indobuildco membayarkan uang paksa senilai Rp 300 juta per hari untuk keterlambatan pembayaran royalti, bunga, dan denda tersebut. Selain itu, Pemerintah meminta pengadilan mendahulukan gugatannya walaupun dilayangkan hampir sebulan lebih lama dari Indobuildco.
Mediasi terkait gugatan pemerintah kepada Indobuildco dilakukan hampir sebulan, yakni 10 Juni sampai 14 Juli 2025. Namun proses mediasi tersebut berujung buntu dan membuat Majelis Hakim memutuskan agar sidang gugatan tersebut dilanjutkanke tahap pemeriksaan.
Pemerintah tercatat sudah memberikan bukti surat gugatannya kemarin, Senin (8/9). Karena Indobuildco tidak menyertakan bukti suratnya kemarin, pengadilan menjadwalkan sidang penyerahan bukti surat pekan depan, Senin (15/9).
Perpanjangan HGB milik Indobuildco pada 1999 terjerat dalam kasus korupsi. Pada 2007, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman pidana tiga tahun ke kepala kantor wilayah DKI Jakarta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Robert Lumempouw. Ia dianggap menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, dan sarana dengan memperpanjang kedua HGB milik perusahaan tersebut.
Tersangka lain dalam kasus ini adalah Pontjo Sutowo dan kuasa hukum Indobuildco Ali Mazi. Namun, pengadilan memvonis bebas baik Pontjo maupun Ali, yang saat itu merupakan Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif. Menurut Menteri Sekretaris Negara pada saat itu Yusril Ihza Mahendra, negara diperkirakan merugi hingga Rp1,9 triliun karena kasus korupsi ini.
Namun, pemerintah tetap memperpanjang masa berlaku HGB No. 26/ Gelora dan HGB No. 27/Gelora hingga semester pertama 2023. Adapun Mahkamah Agung telah menetapkan HPL No. 1/Gelora sebagai dokumen yang sah dan mengikat.
Pontjo telah melakukan permohonan pengujian kembali terhadap ketetapan tersebut pada 2011, 2014, 2016, dan 2022 namun berujung buntu.
