Populasi Indonesia Diprediksi Tembus 320 Juta, Rentan Krisis Pangan dan Energi

Andi M. Arief
11 September 2025, 14:30
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi pembicara kunci dalam Katadata Sustainability Action for the Future Economy (SAFE) 2025 dengan tema Green for Resilience di Hotel Kempinski, Jakart
Katadata/Fauza
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi pembicara kunci dalam Katadata Sustainability Action for the Future Economy (SAFE) 2025 dengan tema Green for Resilience di Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis (11/9).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono, memprediksi populasi di dalam negeri akan menembus 320 juta pada 2050. Populasi yang besar itu akan membuat Indonesia rentan krisis pangan dan energi karena dibarengi dengan degradasi daya dukung bumi.

Agus menjelaskan peningkatan populasi penduduk Indonesia terjadi di tengah menipisnya akses air bersih hingga pangan bergizi. Alhasil, permintaan barang di dalam negeri akan jauh lebih besar dari jumlah pasokan energi dan pangan.

"Penanganan degradasi bumi perlu kolaborasi global, tapi hal itu tidak mudah saat geopolitik mengalami ketegangan. Ini semua akan menghadirkan kelangkaan, dan ini bukan barang baru," kata Agus dalam Katadata Sustainability Action for The Future Economy (SAFE) 2025 di Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis (11/9).

Walau demikian, Agus mengatakan fokus pemerintah dalam menangani krisis pangan dan energi sudah tepat. Sebab, menangani krisis energi dan pangan tidak boleh terlambat di tengah meningkatnya tensi geopolitik.

Agus menyampaikan krisis pangan dan energi telah menjadi isu global karena telah menjadi sumber konflik. Agus mewaspadai perebutan sumber daya dapat menjadi titik balik yang berpotensi merugikan kepentingan nasional.

Pada saat yang sama, Agus menilai penanganan krisis pangan dan energi harus dilihat secara utuh dengan kacamata geopolitik dan geoekonomi. Karena itu, Agus menyimpulkan kerja sama global terkait krisis pangan dan energi harus dilakukan secara bilateral.

Agus mengatakan organisasi internasional seperti G20 telah mati suri dengan rencana Presiden Amerika Serikat, Donald Trump untuk tidak menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Afrika Selatan tahun ini.

"Perang dagang yang dimulai Presiden Amerika Serikat, Donald Trump membuat teori multilateralisme mulai ditinggalkan dan fokus ke kepentingan antar dua negara," katanya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...