Pemerintah Kaji Zona Emisi Rendah, Kendaraan Berpolusi Wajib Bayar Denda
Kementerian Koordintor Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan membuat kajian Zona Emisi Rendah (LEZ) untuk meningkatkan adopsi kendaraan listrik berbasis baterai (BEV). Sebab, kebijakan ganjil-genap telah berkontribusi dalam meningkatkan adopsi EV di dalam negeri.
Berdasarkan definisi yang dipaparkan Institute for Transportation & Development Policy, LEZ merupakan kebijakan pembatasan kendaraan bermotor yang didasarkan pada tingkat emisi. Kendaraan berpolusi tinggi akan membayar denda lebih tinggi sebagai biaya eksternal terhadap lingkungan.
"Mungkin kami akan memberikan masukan tentang LEZ, tapi wewenang implementasinya kembali ke pemerintah daerah. Kami sudah membuat beberapa studi tentang LEZ agar kebijakan di daerah berbasis data," kata Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kemenko IPK, Rachmat Kaimuddin dalam Katadata Sustainability Action for The Future Economy (SAFE) 2025 di Jakarta, Kamis (11/9).
Rachmat mengaku telah memulai diskusi tersebut dengan pemangku kepentingan, khususnya implementasi LEZ di Jakarta. Sebab, penurunan polusi udara menjadi fokus penting bagi Pemerintah Provinsi Jakarta.
Selain LEZ, Rachmat mencatat pemerintah akan mengkaji pembangunan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum atau SPKLU di luar Pulau Jawa. Sebab, adopsi kendaraan listrik saat ini masih terpusat di Pulau Jawa, khususnya kawasan Jabodetabek.
Terakhir, Rachmat berencana memperluas program elektrifikasi ke jenis kendaraan lain, seperti sepeda motor, bus, dan truk. "Kebetulan kami membidangi bidang transportasi. Karena itu, kami bisa ikut berpartisipasi dalam mendukung infrastruktur yang dibutuhkan dalam program elektrifikasi transportasi," ujarnya.
Kawasan Rendah Emisi Terpadu
Sebelumnya, Asep Kuswanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, mengatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mengembangkan Kawasan Rendah Emisi-Terpadu (KRE-T) untuk mengendalikan polusi udara, menurunkan emisi, memperbaiki kualitas udara, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
KRE-T bukan sekadar kebijakan tunggal, melainkan rangkaian intervensi multi sektor. Ia mengatakan kebijakan ini merupakan kelanjutan komitmen Jakarta dalam Rencana Pembangunan Rendah Karbon, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 90 Tahun 2021 dan Keputusan Gubernur Nomor 576 Tahun 2023 tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara (SPPU).
Asep mengatakan Pemprov DKI Jakarta mendukung kolaborasi antar organisasi perangkat daerah (OPD) serta pihak-pihak eksternal dalam mendukung inisiatif ini. Jakarta menargetkan dapat mencapai nol emisi bersih (net zero emission) pada 2050. KRE-T merupakan salah satu terobosan strategis untuk mencapai tujuan tersebut.
Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan Breath Cities dan Empatika menyelenggarakan Lokakarya Validasi: Studi Kebutuhan Inklusif dan Penilaian Kesetaraan untuk Mendukung Implementasi KRE-T.
Lokakarya tersebut merupakan bagian dari rangkaian studi kelayakan dan peta jalan (roadmap) implementasi KRE-T. Hal ini merupakan inisiatif global dari Clean Air Fund, C40 Cities, dan Bloomberg Philanthropies yang diimplementasikan di Jakarta bersama Vital Strategies.
"Melalui lokakarya ini, kami berharap dapat dirumuskan rekomendasi dan inisiatif KRE-T yang inklusif dan selaras dengan visi utama Jakarta menuju kota global," ujar Asep, seperti dikutip Antara, Kamis (12/6).
