RSPO Gandeng Asosiasi Petani Sawit Malaysia - Indonesia untuk Perluas Jangkauan
Kuala Lumpur - Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) menggandeng asosiasi petani sawit di Malaysia dan Indonesia untuk memperkuat kolaborasi dalam mengembangan perkebunan yang berkelanjutan. CEO RSPO Joseph (JD) D'Cruz mengatakan berkolaborasi dengan semakin banyak petani merupakan hal penting di tengah krisis dan tantangan di industri sawit.
"Mendukung petani kecil bukan hanya tentang sertifikasi atau volume. Ini tentang menciptakan nilai jangka panjang, meningkatkan mata pencaharian, dan memperkuat lanskap tempat hidup dan bekerja," kata D'Cruz dalam pidato saat ajang RSPO Annual Roundtable Conference on Sustainable Palm Oil (RT2025) di Kuala Lumpur, Senin (3/11).
RSPO menggandeng Asosiasi Petani Kecil Nasional Malaysia (NASH) baru-baru ini. Sebelumnya, RSPO meneken nota kesepahaman atau MoU dengan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO). MoU ini menyepakati upaya untuk mendorong sertifikasi dan akses pasar bagi petani kecil di Malaysia dan Indonesia.
D'Cruz mengatakan kolaborasi dengan para petani ini memberikan dampak nyata di lapangan. Sejak 2017, RSPO memberikan pendampingan sertifikasi sawit kepada petani kecil (small holder) di Indonesia dan Malaysia.
Dia mencontohkan, tahun lalu petani kecil bersertifikat di Jambi, Indonesia merayakan pemulihan sungai setelah menyelesaikan inisiatif rehabilitasi sungai selama lima tahun yang didanai dari pendapatan RSPO. Dia mengatakan program itu terinspirasi oleh kelompok petani kecil PromoAgrosur di San Pablo, Kolombia.
"Mereka menggunakan bantuan Dana Dukungan Petani Kecil RSPO, mengubah lahan yang pernah rusak akibat narkoba, kemiskinan, dan kekerasan menjadi perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan," katanya.
RSPO, kata D'Cruz, keberlanjutan lebih dari sekadar transaksi. "Lebih dari sekadar cara untuk mengakses pasar atau menikmati premi. Kini saatnya membuktikannya, dengan mendukung anggota paling rentan," kata dia.
Menurut D'Cruz saat ini industri minyak sawit menghadapi salah satu momen paling kompleks dalam sejarahnya. Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang akan berlaku pada akhir tahun ini berpotensi menimbulkan kesenjangan produktivitas hingga hilangnya premi pasar.
"Kita semua melihat tantangan-tantangan ini: perubahan aturan perdagangan, gangguan pasar, regulasi baru, dan penolakan terhadap keberlanjutan di beberapa negara," kata dia.
Dengan kolaborasi, kata D'Cruz, RSPO akan menghubungkan komunitas pedesaan terkecil dengan korporasi multinasional terbesar dan juga LSM, bank, dan lembaga keuangan. RSPO saat ini memiliki anggota lebih dari 6.200 yang tersebar di 105 negara. "Pasar seperti Cina, Afrika, dan Timur Tengah menunjukkan potensi pertumbuhan yang kuat untuk minyak sawit berkelanjutan," kata dia.
Sebelumnya, Kepala Petani Kecil RSPO Guntur Cahyo Prabowo menekankan, MoU ini tak hanya tentang sertifikasi, tetapi tentang keadilan, ketahanan, dan pertumbuhan inklusif.
Menurut dia, Indonesia berisiko kehilangan miliaran dolar setiap tahunnya akibat kesenjangan produktivitas, hilangnya premi pasar, dan eksklusi dari pasar global yang semakin teregulasi, seperti yang diatur dalam Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR). "Dengan memprioritaskan inklusi petani kecil, Nota Kesepahaman ini memastikan kepemimpinan kelapa sawit Indonesia tetap tangguh dan berkelanjutan," kata Guntur.
