Laba Honda Anjlok, Dominasi Mobil Jepang di Asia Tenggara Mulai Terkikis Cina
Laba tahunan Honda diperkirakan turun tertekan tarif AS dan kelangkaan chip global. Namun tantangan yang lebih dalam dan jangka panjang terletak pada meningkatnya persaingan dari produsen kendaraan listrik asal Tiongkok.
Produsen mobil terbesar kedua di Jepang itu memangkas proyeksi laba tahunannya hingga seperlimanya dengan alasan biaya kendaraan listrik dan kekurangan komponen yang menggunakan chip dari Nexperia yang berbasis di Belanda. Pemerintah Belanda mengambil alih kendali perusahaan yang dimiliki oleh Wingtech asal Tiongkok itu pada 30 September.
Perusahaan juga memperkirakan kerugian sebesar 385 miliar yen (US$2,6 miliar) akibat tarif AS, meskipun angka tersebut lebih rendah dari perkiraan awal sebesar 450 miliar yen.
Sahamnya anjlok 4,7% pada Senin (10/11) kemarin. Namun kekhawatiran yang lebih mendesak bagi Honda, dan secara tidak langsung bagi pembuat mobil Jepang lainnya, adalah berkurangnya pangsa pasar secara bertahap di Asia Tenggara, wilayah yang sebelumnya mereka kuasai hampir tanpa tandingan.
Hingga baru-baru ini, pembuat mobil Jepang meyakini mereka dapat melindungi bisnis di Asia di luar Tiongkok dari penurunan yang mereka alami di pasar mobil terbesar dunia tersebut. Asumsi itu kini tidak lagi berlaku.
“Di pasar seperti Thailand, lanskap persaingan sangat ketat dan secara keseluruhan kami telah kehilangan keunggulan kompetitif dalam hal harga,” kata Wakil Presiden Eksekutif Noriya Kaihara dikutip dari Reuters, Selasa (11/11).
Tantangannya tidak hanya pada penurunan penjualan. Para pembuat mobil merespons dengan meningkatkan insentif dan menurunkan harga untuk menarik pembeli, kata Kaihara. Artinya, keuntungan dari penjualan baru menjadi lebih tipis.
Pesaing dari Cina Melaju di Asia
Honda kini memperkirakan akan menjual 925.000 kendaraan di Asia, termasuk Tiongkok, pada tahun keuangan berjalan. Jumlah itu turun lebih dari 10% dari target sebelumnya sebanyak 1,09 juta unit.
Sebelumnya, Honda memperkirakan penjualan di Asia (di luar Tiongkok) hanya akan turun 5.000 unit dibanding tahun lalu; angka itu kini melonjak menjadi penurunan 75.000 unit.
Persaingan dari produsen kendaraan listrik Tiongkok seperti BYD semakin sulit bagi pembuat mobil Jepang di seluruh Asia Tenggara, termasuk Thailand dan Indonesia, kata salah satu sumber industri yang menolak disebutkan namanya agar dapat berbicara secara terbuka.
“Asia Tenggara mulai terdampak signifikan oleh para pemain asal Tiongkok,” ujar sumber tersebut sebelum Honda mengumumkan hasil keuangannya. “Pertumbuhan kendaraan listrik asal Tiongkok di Thailand selama dua tahun terakhir benar-benar luar biasa.”
Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.
