KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Penyebab Banjir Sumut, Terancam Setop Beroperasi
Pemerintah menelusuri penyebab banjir bandang dan longsor yang melanda Sumatera Utara (Sumut) akhir November lalu. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq memastikan delapan perusahaan yang beroperasi di kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru dan Garoga tengah diperiksa intensif untuk mengetahui kontribusi aktivitas mereka terhadap bencana besar tersebut.
Hanif masih enggan membeberkan nama-nama perusahaan yang tengah diselidiki sebelum menetapkan sanksi. Jika terbukti bersalah, perusahaan bisa dikenai tiga jenis sanksi sekaligus: penghentian operasi, kewajiban pemulihan kerusakan lingkungan, hingga proses pidana.
“Pemeriksaan sedang berjalan. Empat perusahaan hari ini, empat lagi besok. Kami minta klarifikasi sebagai bukti awal sebelum menentukan sanksi,” ujar Hanif di Jakarta, Senin (8/12).
Langkah tegas ini menyusul keputusan Hanif pada Sabtu (6/12) yang menghentikan sementara operasional tiga perusahaan di DAS Batang Toru dan Garoga, yakni PT Agincourt Resources, PT Perkebunan Nusantara III, dan PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE).
Hanif mengatakan inspeksi langsung ke hulu DAS Batang Toru dan Garoga menunjukkan perlunya evaluasi besar-besaran terhadap kegiatan usaha di kawasan tersebut. Apalagi curah hujan ekstrem lebih dari 300 milimeter per hari membuat kondisi lingkungan semakin rentan.
“Kami akan menghitung tingkat kerusakan dan menilai aspek hukum. Tidak tertutup kemungkinan ada proses pidana jika ditemukan pelanggaran yang memperparah bencana,” tegasnya.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara menilai bencana besar yang melanda Tapanuli tidak terjadi secara tiba-tiba. Aktivitas ekstraktif perusahaan yang membuka tutupan hutan di Ekosistem Batang Toru disebut menjadi pemicu utama kerusakan.
“Kami mengindikasikan aktivitas perusahaan sebagai penyebab kerusakan karena eksploitatif dan menggerus tutupan hutan Batang Toru,” kata Direktur Eksekutif WALHI Sumut, Rianda Purba, Jumat (28/11).
Ekosistem Batang Toru sendiri merupakan bentang alam penting yang selama ini dikenal sebagai rumah bagi keanekaragaman hayati, termasuk habitat orangutan Tapanuli yang terancam punah.
Sejak 25 November 2025, sedikitnya delapan kabupaten/kota di Sumatra Utara dilanda banjir bandang dan longsor. Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah mencatat kerusakan terparah: puluhan ribu warga mengungsi, ribuan rumah hancur, lahan pertanian rusak, dan akses perekonomian lumpuh.
Total 51 desa di 42 kecamatan terdampak, termasuk wilayah yang berada di Ekosistem Harangan Tapanuli (Ekosistem Batang Toru). Infrastruktur jalan, jembatan, sekolah, hingga rumah ibadah mengalami kerusakan berat.
Dengan kompleksitas bencana dan tekanan publik yang meningkat, pemeriksaan delapan perusahaan di hulu DAS menjadi salah satu langkah pemerintah yang dinantikan banyak pihak untuk memastikan akuntabilitas dan mencegah kerusakan serupa di masa depan.
