Terburuk Sejak Krisis 1998, Pertumbuhan Ekonomi Malaysia Minus 17,1%
Pandemi corona memberi pukulan berat bagi perekonomian Negeri Jiran. Departemen Statistik Malaysia mencatat, pertumbuhan ekonomi negara ini minus 17,1% pada kuartal II 2020 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Ekonomi Malaysia mengalami kontraksi terbesar sejak krisis keuangan 1998 dan membuat bank sentral negara tersebut menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi secara tahunan.
Gubernur Bank Sentral Malaysia, Nor Shamsiah Yunus dalam konferensi pers mengatakan, sektor pariwisata, manufaktur dan investasi terdampak cukup parah dari adanya pandemi corona.
Laporan PDB Malaysia seperti yang dikutip dari Bloomberg menunjukkan, ekspor negara itu turun 21,7% pada kuartal kedua dari tahun lalu diikuti penurunan belanja konsumen 18,5%.
Sementara itu, industri jasa turun 16,2%, manufaktur melemah 18,3% dan konstruksi anjlok 44,5% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Data lain yang juga menjadi sorotan yakni terkait PDB Malaysia yang menyusut drastis dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Pada kuartal I, ekonomi Malaysia -2%.
Ini merupakan kontraksi ekonomi Malaysia yang kedua dan terjadi dalam dua kuartal berturut-turut. Dengan demikian, negara ini definisikan secara teknis masuk ke dalam resesi.
Noor menjelaskan, negara dengan perekonomian terbesar ketiga di Asia Tenggara, mengalami pukulan berat akibat pembatasan sosial atau Movement Control Order (MCO) yang diberlakukan pemerintah.
“Meskipun ekonomi sangat terpengaruh, pembukaan kembali pembatasan secara bertahap mulai 4 Mei memberi sedikit kelegaan dan beberapa tanda pemulihan,” katanya dikutip dari CNA International, Jumat (14/8).
Seperti diketahui, Malaysia merupakan salah satu negara yang memberlakukan aturan ketat pengendalikan virus corona sejak kasus tersebut pertama kali terdeteksi pada 24 Januari 2020.
Seiring bertambahnya kasus, Malaysia lantas memberlakukan MCO pertama pada 18 Maret 2020 hingga 31 Maret. Kebijakan MCO ini terus diperpanjang hingga empat kali dan baru dilonggarkan menjadi MCO bersyarat pada 4 Mei 2020. Pada fase ini, hanya sektor bisnis tertentu saja yang diizinkan kembali operasi.
Ketika kasus corona semakin terkendali, pada awal Juni atau pada fese MCO pemulihan, Malaysia baru mengizinkan kegiatan bisnis kembali beroperasi dengan protokol kesehatan ketat.
Implementasi pembatasan pergerakan ini berdampak pada perekonomian. Tak hanya aktivitas bisnis yang terhenti, kunjungan wisatawan ke negara itu pun menurun tajam dengan penurunan terparah pada bulan April. Malaysia sempat membatasi penerbangan dari negara yang memiliki kasus Covid-19 tinggi.
“Sejak kasus (Covid-19) menurun, aktivitas ekonomi mulai meluas pada Mei dan semakin membaik pada Juni. Tapi saya sangat optimis kondisi terburuk telah berlalu," ujar dia.
Menyusul rekor kontraksi ekonomi ini, Bank Sentral memproyeksikan pertumbuhan Ekonomi Malaysia pada 2020 akan berada di kisaran -3,5 hingga -5,5%. Angka ini lebih rendah dibandingkan estimasi sebelumnya dengan pertumbuhan 05% hingga -2%.
Namun, pemulihan ekonomi diperkirakan bakal terjadi di tahun depan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,5 hingga 8,8%.
Menteri Keuangan Tengku Zafrul Aziz sebelumnya telah memprediksi dampak penerapan MCO terhadap PDB Malaysia.
“Namun, kami tidak sendiri karena Covid-19 adalah pandemi global. Ada lebih dari 150 negara di dunia akan menghadapi kontraksi ekonomi pada 2020,” katanya.
Sedangkan terkait pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga, menurut dia hasilnya akan sangat tergantung bagaimana negara itu menagani pandemi.
"Kuartal III harus lebih baik dari kuartal sebelumnya, meskipun untuk kuartal IV juga akan bergantung pada bagaimana ekonomi global. Sebab, ekonomi Malaysia sangat terbuka dan kami adalah bagian yang paling penting dari rantai pasok global," ujarnya.