Varian Baru Covid-19 C.1.2 Terdeteksi di Afrika Selatan, Ini Kata WHO
Ilmuwan asal Afrika Selatan baru-baru ini mendeteksi adanya varian virus corona baru yang dinamai C.1.2. Institut Nasional untuk Penyakit Menular di Afrika Selatan pada Senin (30/8) mengeluarkan peringatan tentang ‘garis keturunan C.1.2’ dan mengatakan bahwa varian tersebut telah terdeteksi di semua provinsi di negara itu, namun masih pada tingkat yang relatif rendah.
Varian C.1.2 ini pertama kali dideteksi pada Mei 2021 dan kini diketahui telah menyebar ke sebagian besar provinsi Afrika Selatan dan tujuh negara lain di Afrika, eropa, Asia, dan Oseania.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, belum ada peningkatan peredaran dari virus varian C.1.2. Namun, pemantauan serta studi varian sedang berlangsung dan sangat penting untuk memahami evolusi virus corona agar dapat memerangi Covid-19.
“Tampaknya varian ini tidak menyebar dalam sirkulasi. Saat ini varian tersebut tidak diklasifikasikan sebagai variant of concern (VOC),” kata juru bicara WHO Margaret Harris dikutip dari Reuters, Rabu (1/9).
Dilansir dari The Guardian, Institut Nasional untuk Penyakit Menular terus memantau frekuensi varian C.1.2 dan memeriksa bagaimana perilakunya. Sementara itu, tes untuk menilai dampak mutasi yang dimilikinya terhadap infeksi dan resistensi vaksin masih berlangsung. Sejauh ini, virus tersebut belum memenuhi kriteria WHO untuk memenuhi syarat sebagai “variant of concern” atau “variant of interest”.
Varian yang menjadi perhatian (VOC), seperti Delta, adalah mereka yang menunjukkan peningkatan penularan, virulensi atau perubahan penyakit klinis, dan penurunan efektivitas kesehatan masyarakat dan tindakan sosial.
Sedangkan varian yang menarik (VOI) adalah yang terbukti menyebabkan penularan komunitas di beberapa klaster, dan yang telah terdeteksi di banyak negara, tetapi belum tentu terbukti lebih ganas atau menular.
Meski begitu, varian C.1.2 tetap menimbulkan kekhawatiran akan menimbulkan penularan dengan cepat. Seorang ahli virus dan dosen di bidang imunologi dan penyakit menular di Central Clinical School University of Sydney, Megan Steain mengatakan, hal itu dikarenakan mutasi tertentu yang dikandung varian C.1.2.
“Ini mengandung beberapa mutasi kunci yang kita lihat di varian lain yang telah menjadi varian yang menarik atau memprihatinkan. Setiap kali kami melihat mutasi tertentu itu muncul, kami ingin mengawasi variannya untuk melihat apa yang akan dilakukannya. Mutasi ini dapat memengaruhi hal-hal seperti apakah ia menghindari respons imun, atau menular lebih cepat,” kata Megan.
Varian Covid-19 muncul sepanjang waktu dan banyak dari mereka menghilang sebelum menjadi masalah nyata. Banyak varian virus yang sangat rapuh. Megan menyebut, varian C.1.2 harus cukup bagus, cukup fit, dan cukup cepat untuk mengalahkan varian Delta.
“Saya pikir kita masih berada pada titik di mana (varian C.1.2) ini bisa mati, prevalensinya sangat rendah,” katanya.
Dilansir dari The Jerusalem Post, varian C.1.2 merupakan turunan varian C.1 ini, yang terdeteksi Januari 2021. Dikatakan varian C.1.2 ini telah ‘bermutasi secara substansial’ jika dibandingkan dengan C.1. Ini juga jauh lebih banyak bermutasi dibandingkan virus asli yang pertama kali terdeteksi di Wuhan atau Variant of Concern (VOC) dan Variant of Interest (VOI) lainnya yang terdeteksi sejauh ini.
Studi ini juga menemukan bahwa garis keturunan C.1.2 memiliki tingkat mutasi sekitar 41,8 mutasi per tahun. Hampir dua kali lebih cepat dari tingkat mutasi varian lain secara global.
Adapun, WHO sendiri saat ini masih menjadikan empat varian mutasi corona sebagai yang perlu diwaspadai. Keempat varian itu antara lain yakni Alpha atau B.1.1.7, Beta atau B.1.351, Gamma atau P.1, dan Delta atau B.1.617.2.