Kandidat Kuat Nobel Perdamaian: Dari Greta Thunberg Hingga Joe Biden

Rezza Aji Pratama
6 Oktober 2021, 16:15
Aktivis remaja perubahan iklim Greta Thunberg berbicara dalam aksi mogok iklik di Vancouver Art Gallery di Vancouver, British Columbia, Kanada, Jumat (25/10/2019).
ANTARA FOTO/REUTERS/Jennifer Gauthier
Aktivis remaja perubahan iklim Greta Thunberg berbicara dalam aksi mogok iklik di Vancouver Art Gallery di Vancouver, British Columbia, Kanada, Jumat (25/10/2019).

Komite Nobel akan mengumumkan pemenang Nobel Perdamaian pada 8 Oktober mendatang. Tahun ini ada 329 kandidat yang terdiri dari 234 individu dan 95 organisasi.

Tahun lalu, penghargaan bergengsi ini diberikan kepada organisasi World Food Program yang dinilai berjasa besar memberantas kelaparan terutama di wilayah konflik. Komite Nobel memang tidak pernah merilis daftar kandidat secara resmi. Daftar itu biasanya akan disimpan hingga 50 tahun ke depan sebelum bisa dibuka ke publik.

“Komite Nobel terkenal sulit diprediksi dan jarang mengikuti tren yang populer,” tulis Eloise Barry, Editorial Fellow Time.

Namun sejumlah nama biasanya bermunculan menjadi kandidat kuat yang dijagokan meraih hadiah hingga 10 juta krona Swedia (Rp 16 miliar). Seperti dilansir dari Time, berikut ini para kandidat peraih Nobel Perdamaian 2021. 

  • World Health Organization (WHO)
    Sebagai institusi kesehatan di bawah PBB, WHO berperan besar dalam penanganan pandemi Covid-19. Organisasi ini menjadi figur penting yang memimpin koordinasi respons dunia internasional dalam penanganan wabah. Salah satu peran penting WHO tahun ini adalah upaya mendorong pemerataan akses vaksin di dunia. Sejak Februari, inisiatif Covax yang didukung WHO telah mendistribusikan 311 juta dosis vaksin Covid-19 kepada 143 negara.
  • Alexei Navalny
    Navalny merupakan tokoh oposisi Rusia paling berpengaruh. Ia dikenal sebagai sosok aktivis yang banyak membongkar praktik korupsi Vladimir Putin dan para koleganya. Pada Agustus 2020, Navalny diracun hingga dirawat di rumah sakit di Jerman. Aksi ini diduga keras dilakukan oleh intelijen Rusia. Ia memutuskan kembali ke negaranya pada Januari 2021 dan langsung ditangkap saat baru mendarat di Moskow.
  • Greta Thunberg
    Aktivis remaja asal Swedia ini dikenal luas sebagai pengkritik kebijakan elit global terkait perubahan iklim. Baru-baru ini, ia menuding para pemimpin politik hanya menyerukan janji kosong tanpa aksi dalam upaya membatasi kenaikan suhu iklim global. Thunberg sebenarnya sudah dijagokan meraih Nobel sejak 2019. Tahun ini, pemberian Nobel kepada Thunberg akan menjadi pesan kuat menjelang Pertemuan PBB untuk Perubahan Iklim (COP) ke-26 pada November mendatang.
  • Svetland Tikhanovskaya
    Tikhanovskaya merupakan aktivis hak asasi manusia dari Belarusia. Suaminya, Sergei Tikhanovskaya, merupakan oposisi pesaing kuat Presiden Alexander Lukhashenko. Namun, sebelum sempat bersaing di Pemilu, Sang Presiden memenjarakan pesaingnya itu pada Mei 2020. Tikhanovskaya yang sebelumnya ibu rumah tangga, memutuskan menggantikan suaminya menantang Lukhashenko. Ia kalah dalam Pemilu itu dan menuding hasilnya direkayasa oleh petahana. Tikhanovskaya lantas pindah ke Lithuania karena khawatir keselamatan keluarganya.
  • Joe Biden
    Presiden Amerika Serikat Joe Biden menjadi kandidat kuat peraih Nobel Perdamaian setelah keputusannya menarik pasukan AS dari Afghanistan.”Memang bukan hal umum Presiden memenangkan hadiah Nobel Perdamaian,” ujar Barry. Satu-satunya kepala negara yang pernah meraihnya adalah Barack Obama pada 2009.
  • Jacinda Ardern
    Perdana Menteri Selandia Baru ini dianggap sukses menangani pandemi Covid-19 di negaranya. Kendati saat ini Selandia Baru kembali menghadapi peningkatan kasus infeksi akibat menyebarnya varian delta virus Covid-19.
  • Reporters Without Borders
    Ini merupakan lembaga non-profit berbasis di Perancis yang mempromosikan kebebasan informasi. Organisasi ini didirikan pada 1985 dan beroperasi secara internasional.
  • Black Lives Matter
    Black Lives Matter merupakan gerakan politik dan sosial untuk memprotes tindakan rasis aparat terhadap orang keturunan Afrika-Amerika. Gerakan ini bermula pada Juli 2013 setelah insiden penembakan seorang remaja 17 tahun bernama Trayvon Martin.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...