KTT Hari Kedua, Pemimpin ASEAN Pakai Tenun Mata Manuk Pilihan Jokowi
Pemimpin ASEAN mengenakan kemeja yang terbuat dari kain tenun motif mata manuk pada hari kedua Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Kamis (11/5). Songke mata manuk atau mata ayam tersebut merupakan tenun khas Manggarai Barat, NTT.
Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Julie Laiskodat telah menyiapkan 12 set kain tenun yang akan dibuat menjadi kemeja. Pakaian tersebuta dikenakan oleh 11 kepala negara ASEAN dan Sekretaris Jenderal ASEAN.
Julie mengatakan, kain tersebut menampilkan motif mata manuk atau mata ayam khas Manggarai Barat. Adapun untuk warna dan desain dari kain-kain itu dipilih oleh Presiden Joko Widodo.
"Saya sudah siapkan dan sudah dikirim ke Istana Presiden. Kemeja berbahan tenun ikat tersebut dibuat oleh UMKM di Kecamatan Lembor, dan Presiden Joko Widodo sendiri yang akan memilih kepala negara mana yang akan memakainya," ujar Julie di Labuan Bajo, dikutip Kamis (3/5).
Pernah Dipamerkan di Paris Fashion Week
Selain itu, Dewan Adat juga menyiapkan selendang yang akan dikenakan oleh para pasangan kepala negara. Desain dan warna selendang dipilih oleh Ibu Negara, Iriana Joko Widodo. Menurut Julie, kain yang akan digunakan terbuat dari bahan yang lembut dan menyerap keringat sesuai dengan instruksi dari Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana.
Penggunaan tenun mata manuk dalam KTT ASEAN 2023 sekaligus menjadi promosi kekayaan intelektual kain Manggarai Barat yang memiliki nilai sejarah dan budaya. Julie mengatakan, masyarakat Manggarai Barat boleh berbangga hati ketika para kepala negara ASEAN mengenakan kemeja dengan motif mata manuk.
Julie mengatakan, Indonesia merupakan negara yang kaya akan kerajinan tangan, salah satunya adalah Tenun Ikat Flores dari Nusa Tenggara Timur. Tenun ikat ini memiliki karakteristik yang berbeda di setiap daerah. Misalnya, tenun ikat dari daerah Sikka memiliki motif khas yang menampilkan nelayan, perahu, udang, atau kepiting.
Kain ini mendapatkan pengakuan internasional melalui pertunjukan di Paris Fashion Week 2018 di Le Grand Intercontinental Hotel, Paris, Prancis. Pada saat itu, Julie Laiskodat memamerkan keindahan kain Flores kepada dunia.
Sejarah Tenun Ikat Flores
Dilansir dari situs Asean2023.id, tenun ikat Flores juga dikenal dengan nama songke. Songke ini merupakan kain tenun tradisional masyarakat Manggarai, NTT, yang tinggal di sisi barat Pulau Flores. Kain ini wajib dikenakan pada saat acara-acara adat seperti menghadiri pesta, membuka ladang baru, dan acara pertemuan.
Sejarah kain ini berawal dari tahun 1613 - 1640 ketika kerajaan Gowa Makassar di Sulawesi Selatan pernah menguasai hampir seluruh wilayah Manggarai. Hal ini menyebabkan terjadinya akulturasi budaya Makassar dan Manggarai, yang kemudian melahirkan tradisi baru, termasuk gaya berpakaian.
Beberapa elemen dari gaya berpakaian Makassar dimasukkan ke dalam gaya berpakaian Manggarai. Orang Makassar menyebut kain tersebut songket, sedangkan orang Manggarai mengenalnya sebagai songke.
Pria Manggarai biasanya mengenakan tengge atau songke yang diikatkan di pinggang dan memadukannya dengan destar alias penutup kepala khas Manggarai. Sementara itu, para wanita memakainya dengan cara yang sama yaitu menggunakan atasan kebaya.
Songke juga dikenakan oleh para pejuang dalam tarian caci, digunakan sebagai belis atau mas kawin, dan digunakan untuk membungkus jenazah. Kain tersebut umumnya berwarna hitam.
Bagi masyarakat Manggarai, warna hitam melambangkan kebesaran, keagungan, dan kepasrahan bahwa semua manusia suatu saat akan kembali kepada Sang Pencipta. Sementara itu, benang-benang sulamannya umumnya berwarna mencolok seperti merah, putih, oranye, dan kuning.
Motif yang digunakan pun tidak sembarangan. Setiap motif mengandung makna dan harapan masyarakat Manggarai dalam hal kesejahteraan, kesehatan, dan hubungan. Hal ini berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Sang Pencipta.
Motif-motif tersebut antara lain, mata manuk, su'i yang artinya garis kehidupan, wela ngkaweng yang artinya bunga penyembuh, lalu ada ntala yang artinya bintang, wela runu yang artinya bunga kecil, dan ranggong yang artinya laba-laba.
Untuk kelima kalinya, Indonesia didapuk menjadi Keketuaan ASEAN. Situasi dunia tahun ini yang belum kondusif tentu menjadi tantangan tersendiri dalam mengemban amanah tersebut. Persaingan kekuatan besar dunia yang meruncing mesti dikelola dengan baik agar konflik terbuka dan perang baru tidak muncul, terutama di Asia Tenggara.
Keketuaan Indonesia juga diharapkan menjadi pintu bagi ASEAN untuk berperan aktif dalam perdamaian dan kemakmuran di kawasan melalui masyarakat ekonomi ASEAN. Untuk itu, Indonesia hendak memperkuat pemulihan ekonomi dan menjadikan Asia Tenggara sebagai mesin pertumbuhan dunia yang berkelanjutan.
Simak selengkapnya di https://katadata.co.id/asean-summit-2023 untuk mengetahui setiap perkembangan dan berbagai infomasi lebih lengkap mengenai KTT Asean 2023.
#KatadataAseanSummit2023 #KalauBicaraPakaiData