Joe Biden: Israel Mulai Kehilangan Dukungan Dunia
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan Israel mulai kehilangan dukungan dari seluruh dunia. Ini akibat agresi tentara yang masih dilakukan Israel ke Palestina.
Biden mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu harus berubah untuk menemukan solusi konflik Israel-Palestina. Pernyataan Biden ini seolah memperlihatkan keretakan dalam hubungannya dengan Netanyahu.
“Mereka (Israel) mulai kehilangan dukungan tersebut dengan pemboman tanpa pandang bulu yang terjadi,” kata Biden, seperti dikutip Reuters (13/12). Pernyataan Biden ini disampaikan kepada para donor untuk kampanye pemilihannya kembali pada tahun 2024.
Ini menjadi pernyataan paling kritisnya sejauh ini mengenai cara Netanyahu menangani perang Israel di Gaza. Hal ini sangat kontras dengan dukungan literal dan politisnya terhadap pemimpin Israel beberapa hari setelah serangan militan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan.
Mengutip Anadolu Agency, Biden juga mengkritik pemerintahan Netanyahu yang tak menginginkan solusi dua negara antara Israel dengan Palestina. "Ini adalah pemerintahan paling konservatif dalam sejarah Israel," lanjut Biden.
Biden secara khusus menyebut Itamar Ben-Gvir, pemimpin partai sayap kanan Israel dan Menteri Keamanan Nasional dalam pemerintahan Netanyahu, yang menentang solusi dua negara dan menyerukan Israel untuk menegaskan kembali kendali atas seluruh wilayah Tepi Barat dan Gaza.
Pernyataan Biden muncul usai Netanyahu mengakui ada ketidaksepakatan dia dengan pemimpin AS soal Jalur Gaza setelah agresi berakhir. Dalam transkrip pernyataan Netanyahu yang bocor di beberapa media, dia berupaya mencegah Otoritas Palestina menguasai Jalur Gaza kala agresi Israel berhenti.
Sebelumnya Netanyahu juga disebut menggelar rapat tertutup bersama parlemen Israel membahas Gaza pasca-Hamas pada beberapa waktu lalu. Dia mengatakan Gaza akan berasa di bawah kontrol militer Israel dan perihal administratif bakal diurus otoritas sipil.
Di sisi lain, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa akhirnya mengesahkan resolusi gencatan senjata di Gaza setelah mayoritas negara anggota PBB mendukung. Hasil pemungutan suara menunjukkan 153 negara mendukung, 10 negara menolak, dan 23 negara abstain.
Amerika Serikat dan Israel termasuk suara yang menentang resolusi itu. Selain kedua negara itu, negara lain yang turut menolak adalah Austria, Ceko, Guatemala, Liberia, Mikronesia, Nauru, Papua Niugini, dan Paraguay.
”Ini merupakan hari yang bersejarah sejalan dengan pesan kuat dari Majelis Umum. Tugas kita bersama untuk melakukan hal ini, sampai agresi terhadap rakyat berakhir. Sudah menjadi tugas kita menyelamatkan nyawa,” kata Riyad Mansour, Duta Besar Palestina untuk PBB, Selasa (12/12).
Berbeda dengan resolusi Dewan Keamanan PBB, resolusi Majelis Umum PBB ini tidak mengikat secara hukum tetapi menjadi barometer penting bagi opini dunia. Setidaknya, resolusi ini menunjukkan dukungan kuat dunia untuk mengakhiri perang Israel-Hamas. Resolusi itu membuka ruang lebih luas untuk misi kemanusiaan dan upaya penghentian perang.
Berdasarkan draf resolusi yang dirilis PBB dalam situs webnya, resolusi yang diusulkan oleh 22 negara Liga Arab itu menyerukan perlindungan warga sipil Palestina dan Israel. Rancangan resolusi itu juga menuntut semua pihak mematuhi kewajiban mereka berdasarkan hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional.
Draft resolusi itu juga menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat seluruh sandera da jaminan akses
kemanusiaan. Resolusi yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan di Jalur Gaza sebelumnya gagal diadopsi oleh Dewan Keamanan PBB, setelah diveto Amerika Serikat, pekan lalu.
Sebelumnya pada 27 Oktober 2023, Majelis Umum PBB juga mengesahkan resolusi terkait gencatan senjata di Gaza. Resolusi tersebut menyerukan gencatatan senjata kemanusiaan segera, bertahan lama, berkelanjutan yang mengarah pada penghentian permusuhan.
Namun, karena hanya seruan, resolusi yang telah mendapatkan 120 dukungan dari negara anggota PBB itu tidak dilaksanakan oleh Israel. Israel malah semakin masif melakukan serangan hingga ke jalur darat.
Israel melancarkan agresi ke Palestina pada 7 Oktober. Serangan tentara Israel lebih parah sejak gencatan senjata berakhir tanpa perpanjangan pada 30 November. Hingga kini, lebih dari 18.200 orang tewas dan 50.000 orang terluka akibat gempuran Israel ke Jalur Gaza dan Tepi Barat. Sebagian besar korban tewas merupakan anak-anak dan perempuan.