Rusia Serang Pembangkit Nuklir Ukraina, IAEA Beri Peringatan Keras
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) memperingatkan risiko "bencana nuklir besar" setelah pesawat tak berawak (drone) Rusia menyerang pembangkit listrik Zaporizhzhia di Ukraina, Minggu (7/4). Pembangkit nuklir raksasa Zaporizhzhia merupakan pembangkit nuklir terbesar di Eropa.
Pembangkit nuklir yang memiliki enam reaktor itu berada di garis depan konflik Rusia-Ukraina. Rusia menuduh Ukraina berada di balik serangan yang menewaskan tiga orang itu. Namun, Ukraina membantahnya.
IAEA telah berulang kali memperingatkan akan adanya serangan semacam itu. "Serangan pesawat tak berawak itu merupakan serangan yang sembrono dan eskalasi besar dari bahaya keamanan dan keselamatan nuklir yang dihadapi pembangkit listrik tersebut," ujar Kepala IAEA Rafael Grossi, seperti dikutip BBC, Senin (8/4).
Pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia, di Ukraina selatan, adalah yang terbesar di Eropa. Pasukan Rusia merebutnya tak lama setelah meluncurkan invasi skala penuh pada Februari 2022 dan telah mendudukinya sejak saat itu, bersama dengan sebagian besar wilayah Zaporizhzhia.
Fasilitas ini berhenti menghasilkan listrik pada tahun 2022. Namun, pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) ini membutuhkan pasokan listrik yang konstan untuk mendinginkan salah satu reaktornya yang berada dalam kondisi "konservasi panas". Ini berarti reaktor tersebut tidak sepenuhnya offline.
IAEA, yang memiliki tim ahli di Zaporizhzhia, mengonfirmasi "dampak fisik dari serangan pesawat tak berawak" di PLTN tersebut, termasuk di salah satu reaktor.
Pihak pengelola PLTN yang dipasang oleh Rusia mengatakan bahwa tingkat radiasi masih normal dan tidak ada kerusakan serius.
IAEA mengatakan bahwa kerusakan tersebut tidak membahayakan keselamatan nuklir. Akan tetapi, badan PBB itu memperingatkan bahwa serangan itu adalah insiden serius yang berpotensi merusak integritas sistem penahanan reaktor.
Grossi menjelaskan bahwa telah terjadi setidaknya tiga serangan langsung terhadap struktur penahanan reaktor utama PLTN tersebut. "Ini tidak boleh terjadi. Tidak ada yang bisa mendapatkan keuntungan atau mendapatkan keuntungan militer atau politik dari serangan terhadap fasilitas nuklir," ujar Grossi.
Rusia dan Ukraina Saling Tuduh
Rusia maupun Ukraina saling menuduh satu sama lain telah menembaki PLTN tersebut dan mempertaruhkan kecelakaan nuklir yang serius. Pemerintah Rusia mengatakan bahwa angkatan bersenjata Ukraina berada di balik serangan tersebut, namun Ukraina membantah tuduhan tersebut.
Pada Senin (8/4), juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa serangan-serangan tersebut merupakan "provokasi yang sangat berbahaya".
Sementara itu, juru bicara Direktorat Intelijen Utama Ukraina, Andriy Yusov, mengatakan kepada situs berita Ukrainska Pravda bahwa Ukraina tidak terlibat dalam provokasi bersenjata apa pun di situs tersebut. "Pabrik tersebut diduduki secara ilegal oleh Rusia," kata Yusov.
Yusov menuduh Rusia membahayakan fasilitas nuklir, penduduk sipil dan lingkungan dengan melakukan serangan terhadap fasilitas nuklir itu sendiri.
Bulan lalu, IAEA mengatakan bahwa tim ahlinya di PLTN tersebut telah mendengar ledakan-ledakan setiap hari selama seminggu.
"Selama lebih dari dua tahun, keselamatan dan keamanan nuklir di Ukraina selalu dalam bahaya. Kami tetap bertekad untuk melakukan semua yang kami bisa untuk membantu meminimalkan risiko kecelakaan nuklir yang dapat membahayakan manusia dan lingkungan, tidak hanya di Ukraina," ujar Grossi pada waktu itu.
Wilayah Zaporizhzhia menjadi sasaran tembak pada Senin (8/4) pagi. Gubernur Ivan Federov mengatakan tiga orang tewas dan tiga lainnya terluka setelah pasukan Rusia menggempur delapan wilayah berpenduduk lebih dari 350 kali dalam kurun waktu 24 jam.
Pekan lalu, serangan Rusia di kota Zaporizhzhia menewaskan empat orang dan melukai lebih dari 20 orang.