Menlu Retno di Sidang PBB: Kecerdasan Buatan Memperumit Risiko Senjata Nuklir
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi, menyatakan komitmen kuat Indonesia dalam mewujudkan senjata bebas nuklir dalam Pertemuan Tingkat Tinggi Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memperingati Hari Internasional Penghapusan Total Senjata Nuklir.
Dalam pidatonya, Retno mengingatkan dunia masih berada di bawah bayang-bayang ancaman kehancuran nuklir meskipun memimpikan masa depan bersama yang penuh harapan.
"Sebanyak 13.000 senjata nuklir masih dimiliki oleh beberapa negara, termasuk yang berada di luar NPT (Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir)," ujarnya dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (29/9).
Retno juga menyoroti kekhawatiran global atas mundurnya kesepakatan- kesepakatan pengendalian senjata, meningkatnya retorika nuklir yang agresif, serta kemajuan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) yang semakin memperumit risiko nuklir.
"Dalam perkembangan yang suram ini, kita harus bertanya pada diri sendiri: Apakah rasa takut terhadap senjata nuklir menjadi jaminan perdamaian? Jawaban Indonesia akan selamanya tidak," ujarnya.
Setelah secara resmi menyampaikan instrumen ratifikasi Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir (TPNW) kepada PBB tanggal 25 September silam, Menlu Retno menegaskan kembali bahwa Indonesia menolak berdiam diri di tengah ancaman perang nuklir yang hari ini lebih tinggi daripada masa Perang Dingin.
Menlu Retno menyerukan fokus global pada tiga langkah aksi konkret. Pertama, memulai negosiasi perlucutan senjata dengan sungguh-sungguh. Menurut Retno, berdiam diri bukanlah pilihan.
"Kita harus memperbarui kemauan politik dan menggandakan upaya kita untuk memajukan perlucutan senjata, membangun kembali kepercayaan, dan bergerak menuju dunia bebas senjata nuklir," ujarnya.
Kedua, menghadapi risiko teknologi yang berkembang. Retno menyerukan pentingnya regulasi yang kuat dan pengendalian yang ketat untuk mencegah meningkatnya ancaman konflik nuklir akibat kemajuan teknologi.
Ketiga, menjaga perdamaian. Untuk membangun perdamaian, seluruh negara harus mengesampingkan perpecahan, ketidakpercayaan, dan paradigma lama, serta memilih persatuan, kerja sama, dan komitmen terhadap perdamaian.
Retno menutup pidatonya dengan menyatakan bahwa pilihan-pilihan yang kita buat hari ini akan membentuk dunia bagi generasi mendatang. "Rasa takut tidak boleh menjadi penentu masa depan kita. Indonesia tetap teguh dalam tujuannya untuk penghapusan total senjata nuklir," tutupnya.