Harga Telur di AS Melonjak Imbas Flu Burung, Tembus Rp 97.863 per Lusin

Ferrika Lukmana Sari
27 Maret 2025, 06:20
telur
Arief Kamaludin | Katadata
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Harga telur di Amerika Serikat melonjak tajam dalam beberapa bulan terakhir akibat wabah flu burung yang memaksa sekitar 30 juta ayam petelur dimusnahkan.

Situasi ini membuat telur menjadi simbol keresahan ekonomi masyarakat, di tengah janji kampanye Presiden Donald Trump yang berulang kali menegaskan akan menurunkan harga pangan.

BLS (Bureau of Labor Statistics), lembaga statistik resmi di bawah Departemen Tenaga Kerja AS, mencatat harga telur melonjak 58,8% secara tahunan pada Februari 2025. Bahkan, naik 12,5% dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan ini jauh melampaui inflasi bahan pangan secara umum yang hanya naik 1,9% dibandingkan setahun lalu.

Secara nasional, harga telur grade A ukuran besar di AS pada Februari 2025 hampir US$5,90 per lusin, atau sekitar Rp97.863 (kurs Rp16.587 per dolar AS). Jika dihitung per butir, harganya setara Rp8.155. Ini menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Meskipun sempat turun, Departemen Pertanian AS memperkirakan harga berpotensi naik lagi menjelang Paskah.

“Telur adalah barometer ekonomi yang sangat kasatmata bagi warga AS. Hampir semua orang tahu berapa harga telur,” kata dosen politik Amerika di University College Cork Clodagh Harrington dikutip dari The Guardian, Senin (24/3).

“Telur bukan barang mewah seperti steak atau sampanye, tapi juga bukan makanan murahan. Semua orang mengonsumsinya, sehingga kenaikan harganya terasa langsung," katanya.

Dari Urusan Dapur Hingga Politik

Dalam budaya AS, telur memiliki peran penting sebagai bagian dari sarapan klasik ala diner dengan kopi, telur, dan roti. Kebiasaan ini sudah melekat sejak pertengahan abad ke-20 dan diperkuat oleh kampanye iklan American Egg Board sejak 1970-an.

“Lebih dari 90% rumah tangga di AS membeli telur. Wajar jika banyak yang frustrasi saat harga naik,” kata Presiden dan CEO American Egg Board Emily Metz.

Metz menjelaskan bahwa peternak telur sedang menghadapi tantangan terberat akibat flu burung, tapi mereka terus berusaha menjaga pasokan.

Namun, lonjakan harga ini juga menjadi isu politik. Trump dan timnya kerap mengkritik inflasi pangan saat kampanye. Bahkan pendukungnya, JD Vance sempat menggelar konferensi pers di supermarket sambil memegang telur seharga US$4 (Rp66.348).

Namun di belakang kemasan justru terpampang label harga telur US$2,99 (Rp49.614) per lusin, yang memancing cibiran publik. Menteri Pertanian Brooke Rollins mencoba meredakan kecemasan dengan solusi tak biasa. Ia menyarankan warga memelihara ayam sendiri.

“Mungkin kita bisa mulai beternak di halaman rumah,” ujarnya di Fox News. Namun, belum ada data yang menunjukkan tren warga AS beralih memelihara ayam.

Rencana Impor Telur

Di tengah krisis, pemerintah AS justru melirik impor telur, termasuk dari Korea Selatan, Denmark, Turki, dan negara Eropa lainnya. Turki bahkan siap memasok 420 juta butir telur ke AS sepanjang 2025.

Meski harga sempat turun sekitar US$1,85 (Rp30.679) per lusin sejak akhir Februari, Rollins mengingatkan bahwa harga kemungkinan akan naik kembali. “Permintaan akan meningkat jelang Paskah,” katanya.

Menurut Harrington, selama telur tetap menjadi bagian penting dari meja makan warga AS, maka perdebatan soal harga akan terus menjadi isu politik. “Telur bukan sekadar bahan pangan. Ini bagian dari identitas budaya Amerika,” ujarnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ferrika Lukmana Sari

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...