Dorong Ekspor Perikanan, Aturan Pelabuhan Kapal Angkut Akan Direvisi
Pemerintah bakal merevisi peraturan terkait pembatasan kapal pengangkut ikan hidup tujuan ekspor. Aturan tersebut tengah dikaji guna memastikan ekspor perikanan tidak lagi terhambat masalah pengangkutan dan pendistribusian di pelabuhan.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 32 Tahun 2016 menyatakan kapal berbendera asing hanya diperbolehkan memuat ikan hidup di satu pelabuhan muat singgah di Indonesia. Akibatnya, kapal asing tidak bisa mengambil barang dekat lokasi budidaya karena hanya diperbolehkan mengangkut ikan di satu pelabuhan tertentu. Sementara, industri galangan dalam negeri belum mampu memproduksi kapal dengan palka untuk mengangkut ikan hidup.
(Baca : Menteri Susi Klaim Produksi dan Ekspor Ikan Tahun Lalu Meningkat)
Ketua Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) Wayan Sudja menyatakan aturan itu menghambat ekspor ikan seperti pada jenis kerapu yang penjualannya diarahkan untuk pasar ekspor. “Pembudidaya kesulitan menjual ikan karena titik angkut dibatasi,” kata Wayan dalam rapat budidaya ikan kerapu di Jakarta, Selasa (17/4).
Menurutnya, pembatasan kapal angkut yang dimulai tahun 2016 mengakibatkan banyak sentra budidaya kerapu berhenti beroperasi. Ditambah ketidakpastian pasar menyebabkan pembudidaya enggan memproduksi kerapu.
Wayan menyebutkan, produksi ikan kerapu pada 2017 hanya sebesar 2 ribu ton. Angka itu diprediksi berkurang pada 2018 menjadi setengahnya saja atau sekitar seribu ton. Dari jumlah produksi, sekitar 95% dialokasikan untuk pasar ekspor.
Padahal, ikan kerapu merupakan salah satu komoditas dengan harga jual tinggi, yakni sekitar US$ 12 hingga US$ 60 per kilogram. Menurut data badan Pusat Statistik (BPS), per Maret 2018 ekspor komoditas ikan dan udang naik sebesar US$ 57,1 juta meningkat dari Fabruari 2018 .
(Baca Juga : Pemerintah Tarik 22 Juta Ikan Makarel Kaleng dari Pasaran)
Asisten Deputi Sumber Daya Hayati Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Andri Wahyono menyebut pihaknya akan merekomendasikan untuk memperbanyak titik angkut dalam draft regulasi yang baru. Dari peraturan itu, ada 4 pelabuhan muat singgah yang diberikan izin untuk memuat 13 kapal asing.
Pihaknya menyadari potensi industri perikanan cukup besar. Karenanya, produksi dalam negeri juga harus ditingkatkan. Namun, selain masalah distribusi dan pengangkutan, ada lagi hambatan untuk mencapai produktivitastinggi. “Ketersediaan pakan dan benih masih sangat terbatas di Jawa Timur, Lampung, dan Bali,” kata Andri.
Terhambatnya produksi mengakibatkan pembudidaya kerapu beralih ke komoditas lain. Biasanya, pembudidaya menggantinya dengan kepiting dan ikan kakap.