Pengusaha Surimi Sambut Penundaan Larangan Cantrang
Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo menyambut pembatalan larangan cantrang. Sebelumnya, larangan cantrang oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti diklaim telah membuat 12 pabrik surimi tutup.
Budhi pun meminta agar pemerintah segera melegalkan izin penggunaan cantrang. Dengan begitu, pabrik-pabrik surimi yang sekarat akibat kekurangan bahan baku dapat beroperasi kembali. Sebagian besar produk olahan surimi seperti nugget, siomay, dan dimsum merupakan komoditas ekspor.
Ia menjelaskan, industri surimi membutuhkan bahan baku ikan kuniran, kurisi, swangi, dan bloso yang biasa ditangkap dengan cantrang. “Pabrik surimi baru bisa bekerja kembali sekitar 2-3 minggu setelah kapal berangkat,” ujar Budhi kepada Katadata, Rabu (17/1).
(Baca juga: Larangan Cantrang Berlaku, 12 Pabrik Surimi Tutup)
Pembatalan larangan cantrang juga membuat industri surimi yang sebagian besar berada di Jawa semakin enggan direlokasi ke Indonesia timur. “Masih terlalu dini untuk dibahas mengingat saat ini yang paling penting adalah menghidupkan lagi industri surimi,” kata Budhi.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengusulkan kegiatan penangkapan ikan bahan baku industri surimi untuk dipindahkan ke wilayah timur Indonesia. Tujuannya adalah agar ada diversifikasi bisnis perikanan.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Sjarief Widjaja Menurut Sjarief menjelaskan diversifikasi usaha perikanan tangkap bakal memberikan keberlanjutan bagi industri surimi. “Kami akan mendorong surimi untuk menurunkan kapasitasnya dan beralih ke unit usaha baru,” kata Sjarief.
(Baca juga: Silang Pendapat Kabinet Kerja Soal Isu Penenggelaman Kapal)
KKP pun menawarkan kerja sama untuk mulai membuka unit baru di sentra-sentra perikanan daerah timur Indonesia. Lokasi yang ditawarkan pemerintah adalah Merauke, Dobo, Tual, Saumlaki, Timika, Sebatik, dan Natuna.
Sjarief menyebut, penggunaan cantrang bertentangan dengan azas keberlanjutan. Sebab, dalam jangka panjang, cantrang akan menguras ketersediaan bahan baku industri surimi.
Perhitungannya, satu pabrik surimi butuh 1.500 ton ikan dalam sebulan. “Kalau kita memaksakan pemenuhan kebutuhan itu, ikan pasti akan habis,” ujar Sjarief.