Ahli Hukum: Jokowi Tak Perlu Konsultasi DPR/MPR untuk Pindah Ibu Kota
Ahli Hukum Tata Negara Universitas Pancasila Muhammad Rullyandi menyatakan, presiden memiliki hak prerogatif dalam menentukan kebijakan, termasuk soal pindah ibu kota. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak perlu konsultasi dengan DPR/MPR untuk mengambil keputusan tersebut.
"Ibu kota itu pusat pemerintahan, yang menyelenggarakan presiden. Presiden yang memutuskan, itu boleh. Itu kebijakan," kata dia dalam diskusi ‘Polemik: Gundah Ibu Kota Dipindah’, Jakarta, Sabtu (24/8).
Hal tersebut juga sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa presiden memegang kekuasaan pemerintahan Indonesia.
Terlebih lagi, Presiden Joko Widodo telah meminta izin kepada legislator dalam pidato Nota Keuangan pada 16 Agustus 2019. Hal ini dinilai sebagai penyampaian pesan secara formal kepada legislator.
(Baca: Banyak Keunggulan, Kalimantan Timur Jadi Opsi Ideal Ibu Kota Baru)
Setelah keputusan diambil, pemerintah dapat melakukan revisi UU. Hal ini lah yang perlu pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebab, dalam UU 29/2017 dijelaskan bahwa Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai ibukota Indonesia.
Menurutnya, pemindahan ibu kota dimungkinkan dengan revisi UU. Hal yang tidak bisa diubah adalah hal yang bersifat fundamental, seperti bentuk negara kesatuan, bentuk pemerintah yang bersifat republik, dan sistem pemerintahan yang presidensial.
Terkait hal teknis, pemindahan ibu kota perlu disertai dengan pemindahan lembaga negara seperti DPR, MPR, dan DPD. "Lembaga negara harus ada di sana," ujarnya.
Sebelumnya, MPR meminta pemerintah merundingkan rencana pemindahan pusat pemerintahan dari Jakarta. Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan, pemerintah harus mendengar pendapat MPR sebelum mengambil kebijakan.
(Baca: Pemindahan Ibu Kota Diminta Tidak Dilakukan Secara Senyap)
Apalagi Undang-Undang Dasar 1945 memerintahkan MPR bersidang di ibu kota negara. "Sehingga kalau ada pemindahan, seharusnya diberitahu," ujarnya.
Makanya politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyarankan pemerintah membawa revisi UU ini ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar dikaji bersama. “Bahkan dalam pembacaan nota keuangan tanggal 16 (Agustus) lalu, tidak ada poin anggaran pemindahan ibu kota,” kata Hidayat.