Lapindo Minta Utang ke Pemerintah Ditukar dengan Piutang Rp 1,9 T
Cucu usaha dari Grup Bakrie, yaitu Lapindo Brantas, Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya bakal membayar utang kepada pemerintah dengan skema yang melibatkan utang pemerintah kepada Lapindo.
Lapindo memiliki utang kepada pemerintah sebesar Rp 773,3 miliar, sedangkan pemerintah memiliki utang kepada Lapindo senilai US$ 138,2 juta atau setara Rp 1,9 triliun (kurs: Rp 14.000 per US$).
Dalam siaran resmi atas nama Presiden Lapindo Brantas Faruq Adu Nugroho dan Direktur Utama Minarak Lapindo Jaya Benjamin Sastrawiguna, dijelaskan bahwa kedua pihak sudah mengajukan permohonan kepada Pemerintah melalui Kementerian Keuangan untuk membayar utang dengan mekanisme Perjumpaan Utang.
"Usulan tersebut telah kami sampaikan kepada pemerintah tertanggal 12 Juni 2019," tulis siaran resmi tersebut, Selasa (25/6).(Baca: Pemerintah Tambah Dana Ganti Rugi Lapindo )
Mereka menjabarkan lebih detail, Lapindo memperoleh pinjaman dari pemerintah berupa Dana Antisipasi Untuk Melunasi Pembelian Tanah Dan Bangunan Warga Terdampak Luapan Lumpur. Nilainya sebesar Rp 773,3 miliar sesuai perjanjian yang ditandatangani pada 10 Juli 2015.
Dana pinjaman tersebut untuk melunasi pembelian tanah dan bangunan warga terdampak luapan lumpur Lapindo dalam peta area terdampak 22 Maret 2007. "Teknisnya disalurkan pembayaran langsung dari Pemerintah kepada masing-masing warga terdampak," tulis rilis tersebut.
(Baca: Bayar Ganti Rugi Korban Lumpur, Pemerintah Beli Aset Lapindo )
Sementara itu pemerintah memiliki utang kepada Lapindo sebesar US$ 138,2 juta atau setara dengan Rp 1,9 triliun yang berasal dari Dana Talangan Kepada Pemerintah atas Penanggulangan Luapan Lumpur Lapindo. Dana talangan tersebut telah disalurkan oleh Lapindo selama periode 29 Mei 2006 hingga 31 Juli 2007.
Utang pemerintah tersebut, telah diketahui oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada saat melakukan Special Audit terhadap Pembukuan kedua perusahaan Lapindo pada Juni 2018.
Utang pemerintah tersebut juga telah diverifikasi pada 10 September 2018 oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) sebagai biaya yang dapat diganti (cost recoverable).