Pengamat Menilai Gugatan Prabowo-Sandi di MK Sulit Dikabulkan
Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi menilai gugatan yang diajukan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sulit untuk bisa dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, alat bukti yang terlampir dalam dokumen gugatan Prabowo-Sandi kebanyakan masih berasal dari tautan pemberitaan media.
Veri menyatakan, alat bukti tersebut tidak bisa dijadikan rujukan utama MK untuk mengabulkan suatu gugatan. Sebab, alat bukti tautan pemberitaan media hanyalah sebagai petunjuk awal.
"Itu belum pada peroses pembuktian sebenarnya terkait permasalahan yang muncul," kata Veri dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (13/6).
(Lihat: 8 Tuntutan Baru Kubu Prabowo di Mahkamah Konstitusi)
Veri menyatakan, alat bukti dari pemberitaan media harus ditindaklanjuti dengan berbagai argumentasi dan data-data lain. Hal tersebut dapat berupa keterangan saksi, ahli, atau lampiran bukti-bukti primernya.
Lebih lanjut, argumentasi dan data-data tersebut harus bisa membuktikan adanya unsur mempengaruhi hasil Pilpres 2019. Alhasil, dapat terlihat adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) sebagaimana dalil gugatan Prabowo-Sandiaga.
"Jadi (alat bukti dari pemberitaan media) sebagai informasi awal sah saja, tapi untuk bisa membuktikan bahwa terjadi kecurangan TSM, menurut saya nanti proses pembuktian di MK," kata Veri.
(Baca: Digugat Kubu Prabowo, Ini Duduk Soal Jabatan Ma'ruf di Anak Bank BUMN)
Sementara itu, peneliti senior Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti memperkirakan gugatan Prabowo-Sandiaga sulit dikabulkan lantaran ada terlalu banyak dalil dan alat bukti yang harus dibuktikan. Bivitri mencatat jumlah alat bukti yang dilampirkan Prabowo-Sandiaga mencapai 154 buah.
Jumlah itu lebih banyak ketimbang gugatan Prabowo ketika berdampingan dengan Hatta Rajasa pada 2014. "Waktu itu (gugatan) tim Prabowo-Hatta ditolak. Kalau yang sekarang dua kali lipat, jadi jauh lebih sulit," kata Bivitri.
Lebih lanjut, Bivitri menilai ada dua dalil yang kurang tepat dengan petitum gugatan Prabowo-Sandiaga di MK. Kedua dalil tersebut yakni soal status jabatan calon wakil presiden Ma'ruf Amin melanggar syarat administratif pencalonan dan masalah laporan dana kampanye yang tidak wajar.
(Baca: Jabatan Ma’ruf Disorot Kuasa Hukum Prabowo, TKN Anggap Mengada-Ada)
Bivitri mengatakan, persoalan syarat administratif pencalonan seharusnya diusut melalui Bawaslu atau PTUN pada awal masa Pilpres 2019. Sebab, kasus tersebut tidak berkaitan langsung dengan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
Alhasil, MK tidak memiliki kewenangan untuk mengusut permasalahan tersebut. Syarat administratif seperti itu harusnya perginya ke Bawaslu, bukan ke MK. Seharusnya kalau sudah lewat waktunya, enggak ada yang mengajukan ke Bawaslu, dianggapnya sudah absah," kata Bivitri.
Terkait dengan masalah dana kampanye yang tidak wajar, Bivitri menilai hal tersebut tidak berkaitan dengan dalil-dalil lainnya yang tercantum dalam gugatan Prabowo-Sandiaga. Selain itu, Bivitri menganggap masalah dana kampanye yang tidak wajar tak punya pengaruh secara langsung terhadap petitum diskualifikasi Jokowi-Ma'ruf yang diajukan Prabowo-Sandiaga.
"Masalah dana kampanye itu menurut saya enggak signifikan," kata Bivitri.
Kendati demikian, Bivitri menilai keputusan akhir atas gugatan Prabowo-Sandiaga berada di tangan MK. Dia menyerahkan segala keputusan kepada lembaga peradilan tersebut.