Para Tokoh Islam Serukan Penolakan People Power Hasil Pilpres
Para tokoh agama Islam di berbagai wilayah di tanah air mengimbau masyarakat menolak ajakan people power atau pengerahan kekuatan massa yang pertama kali didengungkan kubu calon presiden Prabowo Subianto. Ajakan people power ini masif beredar di masyarakat di antaranya melalui percakapan di grup Whatsapp.
Penolakan gerakan people power disampaikan beberapa pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di beberapa wilayah yang menyebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur hingga luar Jawa. Tokoh dari kalangan Nadhlatul Ulama (NU) juga menyampaikan hal yang serupa.
Ketua MUI Kabupaten Madiun Muhammad Sodiq menyatakan banyak ajakan gerakan people power diserukan melalui grup-grup Whatsapp secara masif tanpa diketahui siapa pengirim awalnya dan tidak bisa dipertangggungjawabkan.
(Baca: Gerakan People Power, Siasat Terakhir Prabowo Jelang 22 Mei)
Sodiq meminta masyarakat, khususnya warga Kabupaten Madiun, tidak terprovokasi dengan gerakan people power pasca-Pemilu 2019. "Marilah kita kawal proses penghitungan suara pemilu dengan cara yang baik. Kita harus bertindak sesuai konstitusi. Kita harus bertindak sesuai hukum, karena negara kita adalah negara hukum. Hukum harus menjadi panglimanya," kata Sodiq, seperti dikutip dari Antara.
Beberapa tokoh agama di Kota Probolinggo, Jawa Timur juga mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi dengan ajakan mengikuti "people power" karena dinilai melanggar konstitusi.
"MUI meminta masyarakat Kota Probolinggo tidak mudah terprovokasi ajakan mengikuti people power, baik sebelum maupun saat pengumuman penetapan hasil pemilu pada 22 Mei 2019," kata Ketua MUI Kota Probolinggo KH Nizar Irsyad AF di Kota Probolinggo.
(Baca: Tokoh Islam Kalimantan Selatan Tolak People Power Usai Pemilu)
Ia mengatakan Pemilu 2019 di Kota Probolinggo sampai hari ini masih berjalan dengan aman dan kondusif, sehingga proses pemilu tinggal menunggu pengumuman dan penetapan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
"Sejumlah tokoh agama dan tokoh masyarakat Kota Probolinggo pun memberikan apresiasi kinerja semua pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan Pemilu 2019 sehingga pesta demokrasi itu bisa berjalan dengan sukses," tuturnya.
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, mengimbau masyarakat tidak terpengaruh dengan isu pengerahan kekuatan massa menjelang penetapan perolehan suara Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum RI pada 22 Mei.
"People power tidak relevan, pelaksananan pemilu sudah ada aturan hukumnya. Kami berharap masyarakat dapat lebih dewasa menyikapi isu 'people power' ini dan menyikapi perbedaan karena perbedaan itu justru memperkaya bangsa dan negara ini," kata Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Banyumas K.H. Sabar Munanto di Purwokerto, Banyumas, Selasa.
Ia mengatakan pengerahan kekuatan massa atau people power merupakan cara yang bertentangan dengan sistem perundang-undangan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan pengaduan pelanggaran pemilu.
Sabar menyatakan untuk menyelesaikan sengketa pemilu, yakni melalui Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi (MK). "Seandainya ada kecurangan atau ketidaksesuaian yang tidak memuaskan mereka, mestinya jalur itu (penyelesaian melalui Bawaslu dan MK, red.) yang ditempuh," katanya.
MUI Kabupaten Tangerang, Banten, menolak seruan pihak tertentu untuk melakukan gerakan "people power" terkait hasil Pemilu 2019. "Gerakan itu bisa memecah-belah kesatuan dan persatuan bangsa, untuk itu kami dengan tegas menolak," kata Ketua MUI Kabupaten Tangerang KH Ues Nawawi Gofar di Tangerang, Senin malam.
Gerakan people power atau pengerahan kekuatan massa muncul untuk memprotes penetapan hasil akhir perolehan suara Pemilu Serentak 2019 yang akan dilaksanakan oleh KPU RI pada tanggal 22 Mei. Kubu Prabowo menganggap proses Pemilu 2019 dianggap curang dan memobilisasi menolak hasil hitung KPU.