Bawaslu Imbau Massa Tak Kampanye dari Masjid saat Pencoblosan
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengimbau massa tak berkampanye dengan berkumpul di masjid menuju Tempat Pemungutan Suara (TPS) saat pencoblosan pada 17 April mendatang. Massa yang bergerak dari tempat ibadah itu dianggap sebagai upaya mempengaruhi massa yang hadir untuk mencoblos di TPS.
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan tak ada larangan ibadah bersama saat hari pencoblosan. Namun apabila massa bergerak bersama ke TPS merupakan bagian dari kampanye yang dilarang saat hari H pemilihan legislatif dan pemilihan presiden 2019.
"Tidak masalah salat Subuh berjamaah, yang bermasalah ketika setelah salat terjadi bergerak bersama ke TPS," kata Rahmat saat menjadi pembicara dalam diskusi soal pemilu damai di di Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Rabu (6/3).
(Baca: Tiru Pilkada DKI, Prabowo cs Kerahkan Massa ke Masjid saat Pencoblosan)
Sebelumnya pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyiapkan aksi mengerahkan massa untuk berkumpul dari masjid menuju TPS. Aksi pengerahan massa ini mirip menjelang pencoblosan pemilihan kepala daerah atau Pilkada DKI Jakarta 2017 yang memenangkan Anies Baswedan-Sandiaga.
Rencana ini diungkapkan Sekretaris Jenderal Forum Ulama Islam (FUI) Muhammad Al Khaththath saat demonstrasi di depan gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Jumat (1/3). Di hadapan pedemo, dia mengajak massa menggelar Subuh Akbar di seluruh masjid atau mushala dari Sabang sampai Merauke pada hari pencoblosan Pilpres.
"Lalu memakan pakaian putih dan memenuhi TPS," kata Al Khaththath jelang akhir pekan lalu. Al Khaththath juga yang menyerukan hal yang sama agar umat Islam menunaikan salat subuh berjemaah sebelum pencoblosan Pilkada DKI Jakarta pada 2017 lalu.
(Baca: Rencana Jumatan Prabowo, KPU: Ibadah Boleh Asal Bukan Kampanye)
Waspada Isu SARA Jelang Pilpres
Rahmat juga mengatakan politik berbasis Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) masih menjadi hal yang perlu diwaspadai dalam pesta politik tahun ini. Isu tersebut muncul lantaran beberapa hal seperti rekayasa oleh elit politik, ketimpangan sosial ekonomi masyarakat, pemahaman masyarakat yang belum tuntas soal toleransi, hingga faktor media massa dan media sosial. "Lalu ada blunder individu dalam komunikasi," kata dia.
Usai Pemilihan Kepala Daerah tahun lalu, Bawaslu juga memetakan tiga kerawanan politik yang patut dicermati tahun ini. Tiga hal tersebut yakni substansi kampanye calon, pengaruh pemuka agama, dan kekerabatan politik.
(Baca: KPU Tetapkan Zona Kampanye Rapat Umum Pemilu 2019)
Oleh sebab itu, usai pilkada lalu, Bawaslu langsung menetralisir situasi dengan menggelar pertemuan dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat. Pengawas pemilu tersebut juga bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika hingga Polri untuk menindak buzzer yang menyebarkan keresahan di media sosial.
"Kami harap yang ada kampanye gembira, fun, penuh program kerja dan tidak ada SARA," katanya.
Pernyataan serupa dikatakan Direktur Program Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Franz Magnis Suseno. Tokoh yang akrab dipanggil Romo Magnis tersebut mengatakan politisasi agama merupakan sebuah kejahatan dan tidak boleh dilakukan.
Selain itu dia berharap masyarakat dapat ikut mencegah praktik-praktik seperti ini."Itu harus dihilangkan," kata Romo Magnis.