Efek Kampanye Hiperbola Prabowo-Sandiaga terhadap Demokrasi
Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kerap melontarkan pernyataan-pernyataan yang salah dalam kampanye Pilpres 2019. Strategi kampanye hiperbolik ini dilakukan secara sengaja agar menjadi perbincangan publik. Namun, strategi kampanye semacam ini dinilai dapat menurunkan kualitas demokrasi karena masyarakat sulit membedakan kondisi riil dengan kabar bohong (hoaks).
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, strategi kampanye hiperbolik ini terutama terlihat pada Sandiaga yang relatif paling baru terjun di dunia politik praktis sehingga perlu menjadi bahan pembicaraan dan dilihat oleh publik. Belum lama ini Sandiaga menyebutkan ia membangun tol Cikampek-Palimanan (Cipali) tanpa utang. Faktanya, PT Lintas Marga Sedaya (LMS) yang membangun tol tersebut mendapatkan pinjaman sindikasi 22 perbankan senilai Rp 8,8 triliun pada 2012.
Belakangan, Sandiaga mengklarifikasi ucapannya sendiri bahwa tol tersebut dibangun tanpa melibatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kemudian, pernyataan Sandiaga soal tempe setipis kartu ATM ketika ia membicarakan kenaikan harga sejumlah bahan pokok.
Hal-hal tersebut praktis membuat Sandiaga terlihat unggul ketimbang lawannya. "Dibanding Ma'ruf Amin, dia berhasil lakukan itu," kata Yunarto kepada Katadata.co.id.
Sedangkan untuk Prabowo, Yunarto melihat ada kecenderungan pernyataan yang dilontarkannya spontan dan impulsif. Apalagi, kata-kata Prabowo sering dikeluarkan dalam pidato satu arah dan diliputi emosi yang berlebihan. "Jadi tanpa sadar data dan kalimatnya salah," kata Yunarto.
Misalnya, ketika Prabowo berpidato di hadapan Majelis Tafsir Al Qur'an (MTA) di Solo pada 23 Desember 2018. Ia menyebut banyak penduduk Indonesia yang hidup pas-pasan karena pemerintah menerapkan kebijakan yang salah di bidang ekonomi. "Kita (Indonesia) setingkat dengan negara miskin di benua Afrika: ada Rwanda, Haiti dan pulau-pulau kecil Kiribati, yang kita tidak tahu letaknya di mana," kata Prabowo seperti dikutip Tempo.co.
Padahal, Haiti bukan negara yang terletak di benua Afrika melainkan di Kepulauan Karibia, di benua Amerika bagian utara. Jika dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita, Haiti pada 2017 hanya sebesar US$ 765,68 sedangkan Indonesia sebesar US$ 3.846,86.
Yunarto mengatakan, pernyataan demi pernyataan yang tidak benar ini dapat menurunkan kualitas demokrasi mengingat pertarungan kedua calon hanya berbicara soal hoaks dan klarifikasi saja. Hal ini disebutnya lebih berbahaya dibandingkan perhelatan Pilpres 2014 lantaran hoaks serta pernyataan salah tidak lagi menyasar pribadi tetapi juga kebijakan pemerintah. "Yang terjadi, masyarakat sulit membedakan kondisi riil dan hoaks," kata dia.
Meski demikian, efektifitas misinformasi ini juga tergantung bagaimana pasangan lawannya, yakni Joko Widodo-Ma'ruf Amin membuat klarifikasi. Kalau pasangan nomor urut 01 tersebut dapat membuktikan kebohongan tersebut secara masif maka akan jadi keuntungan tersendiri.
Selain itu, pasangan Jokowi-Ma'ruf juga harus pandai mengelola isu dan bukan malah menjadi juru pemasaran isu paslon 02. "Kalau hanya membuktikan hoaks saja, yang jadi brand leader-nya Prabowo-Sandiaga," kata dia.
(Baca: Isu 7 Kontainer Surat Suara Tercoblos dan 62 Hoaks Lain Seputar Pemilu)
Melihat dari Dua Sisi
Sementara itu, Pakar komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, terlepas apa yang disampaikan Prabowo dan Sandiaga, hal-hal tersebut berhasil menimbulkan perbincangan publik. Dalam pernyataan Prabowo soal selang cuci darah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang dipakai oleh 40 pasien, hal ini memunculkan wacana audit pada rumah sakit tersebut. "Masyarakat mulai memikirkan apa yang terjadi dengan diri mereka," kata Hendri kepada Katadata.co.id.
Pernyataan Prabowo tersebut dibantah oleh Direktur Utama RSCM Lies Dina. Menurutnya, dalam pelayanan hemodialisis (cuci darah) selang dan dialiser hanya dipakai satu kali.
Hendri meminta semua pihak melihat fenomena ini pada kedua paslon, bukan hanya dari kubu Prabowo-Sandiaga. Ia mencontohkan pernyataan Ma'ruf Amin mengenai Esemka. Ma'ruf seperti dikutip beberapa media pada September 2018, menyatakan mobil Esemka siap produksi pada Oktober 2018. Namun, hal tersebut urung terlaksana. "Jadi jangan satu sisi dan satu aspek," kata dia.
Yunarto menambahkan, isu bohong terkait kontestasi politik ini dapat ditangkal dengan ketegasan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hingga pihak Kepolisian. Selain itu gerakan masyarakat untuk menyaring hoaks yang beredar di media sosial juga perlu diberdayakan lebih dalam. "Tidak bisa berharap pada elit karena mereka bicara menang kalah saja," kata dia.