Mafindo: Hoaks Pilpres 2019 Tak Semasif Ketika 2014
Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) menilai kuantitas informasi bohong (hoaks) selama Pemilu 2019 tak sebanyak pada 2014. Hal ini berdasarkan pemantauan hoaks yang dilakukan Mafindo selama tiga bulan kampanye Pilpres 2019.
"Dari hal-hal yang kami hadapi sehari-hari, kelihatan menurun dibanding 2014," kata Ketua Komite Fact Checker Mafindo Aribowo Sasmito di Jakarta, Kamis (20/12).
Menurut Mafindo, hoaks baru yang terpantau dalam satu hari rata-rata hanya satu atau dua buah. Jenis hoaks lainnya merupakan reproduksi dari konten bohong yang dulu sudah pernah beredar.
Penurunan kuantitas hoaks pada Pemilu 2019 ini karena literasi digital dari masyarakat semakin meningkat. Pada 2014, Aribowo menilai masyarakat belum lama mengenal adanya media sosial.
Alhasil, mereka masih menggunakan media sosial sebebas-bebasnya. "2014 itu istilahnya liar banget," kata Aribowo. Selain itu, ide untuk memproduksi hoaks pada 2014 masih cukup banyak. Alhasil, narasi hoaks yang dihasilkan pun menjadi beragam.
(Baca: Pemukulan Ratna Sarumpaet Masuk Daftar 10 Hoaks Terbesar 2018)
Saat ini ide narasi hoaks semakin minim mengingat kandidat calon presiden yang berlaga dalam Pilpres 2019 sama seperti 2014, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Isu yang dipakai pun masih serupa ketika Pilpres 2014.
Jokowi masih dilekatkan dengan hoaks mengenai komunis dan anti-Islam. Semantara, Prabowo dilekatkan dengan hoaks mengenai keluarganya bukanlah non-muslim. "Indikasinya bahannya itu-itu saja," kata Aribowo.
Aribowo berharap kuantitas hoaks ini dapat semakin berkurang ke depannya. Mafindo mencatat, pada Oktober 2018 masih terdapat 111 hoaks yang beredar di internet.
Dari jumlah tersebut, hoaks politik yang paling besar jumlahnya, yakni 47 konten atau 42,34 persen. Untuk itu, dia menyarankan masyarakat agar tak menyebarkan informasi yang sifatnya belum jelas.
Masyarakat pun diminta untuk menjaga emosinya ketika mendapatkan sebuah informasi. "Karena hoaks diawali dengan menyentil emosi. Ketika emosi, enggak bisa berpikir jernih, akhirnya main sebar saja," kata Aribowo.
(Baca: Timses: Masih Ada Masyarakat Percaya Isu Jokowi PKI dan Anti-Islam)