Hoaks Semakin Merajalela Menjelang Pilpres 2019

Dimas Jarot Bayu
16 Oktober 2018, 10:49
Pengguna Telepon Seluler atau Handphone
Katadata
Ilustrasi pengguna telepon seluler dan sosial media

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan kabar bohong atau hoaks cukup banyak menjelang perhelatan pemilihan presiden tahun depan (Pilpres 2019). Data di kepolisian memperlihatkan ada ribuan hoaks beredar di media sosial setiap hari.

Dia membandingkan hoaks tersebut dengan yang terjadi ketika bencana gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah. Ketika itu, ada 14 hoaks yang terpantau cukup parah. “Setiap hari ribuan hoaks,” kata Setyo di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, Senin (15/10). Dari jumlah itu, 12 pelaku hoaks bencana telah ditangkap.

Melihat tren saat ini, Setyo memprediksi hoaks tersebut akan semakin banyak hingga masa pemungutan suara pada April 2019. Untuk itu, polisi bakal meredamnya dengan memberikan literasi digital kepada masyarakat.

(Baca juga: PSI Minta Fadli Zon Tak Gunakan Hoaks Sebagai Strategi Politik)

Selain itu, mereka mendekati berbagai elemen masyarakat untuk mencegah berita bohong ini. Langkah tersebut penting agar hoaks tak menjadi hal yang dianggap lazim di masyarakat. “Kalau hoaks sudah jadi bagian kehidupan, kita akan kacau. Tatanan kehidupan akan rusak,” kata Setyo.

Sebelumnya, survei Polmark Indonesia menunjukkan hoaks menjadi ancaman yang cukup serius. Setidaknya, 60,8 persen pemilih menyatakan pernah menemukan informasi bohong dan fitnah di media sosial.

Hoaks ancam pilpres 2019
Hoaks ancam pilpres 2019 (Katadata)

Dari jumlah tersebut, 21,2 persen pemilih sering menemukan hoaks dan fitnah di media sosial. Adapun 39,6 persen lainnya mennyatakan jarang menemukan hal serupa. Kondisi ini kemudian diperparah oleh para aktor dan partai politik yang abai atas berkembangnya politik identitas dan hoaks yang tersebar di masyarakat.

(Baca pula: Hoaks dan Sikap Elite Politik Picu Keretakan Sosial saat Pemilu)

Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, aktor dan partai politik kerap melihat pemilu hanya sebagai ajang kontestasi semata. Mereka luput memberikan pendidikan politik terkait pemilu kepada masyarakat. 

Padahal, pendidikan politik penting untuk mencegah keretakan sosial. “Ini yang menjadi hindering, lalu keadaban dan kesantunan kita menurun,” kata Siti. Karenanya, dia meminta para aktor serta partai politik berperan memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...