Ketika Setya Novanto Membagi Kisah Hidup, Isak Tangis dan Puisi

Dimas Jarot Bayu
13 April 2018, 17:44
Setya Novanto
ANTARA FOTO/Reno Esnir
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (tengah) mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3/2018).

Bagi Setya Novanto yang pernah mengemban dua jabatan penting sekaligus yakni Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan Ketua Umum Partai Golkar, tak pernah terbersit bisa duduk di kursi pesakitan. Dirinya yang kini menjadi terdakwa kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) dengan tuntutan hukuman 16 tahun menganggap cobaan hidupnya kini begitu berat.

Kepada keluarganya, yakni sang istri Deisti Astriani Tagor dan empat anaknya, Dwina Michaela, Reza Herwindo, Gavriel Putranto, dan Giovanno Farrell, Setnov meminta maaf dengan berderai air mata. Dia meminta keluarganya tabah menghadapi perkara hukum yang dihadapinya.

"Kita adalah keluarga yang kuat dan insan pilihan Allah," kata Novanto saat membacakan pledoi atau nota pembelaan setebal 500 halaman di sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (13/4).

(Baca juga: Setya Novanto Sebut Kemendagri Punya Peran Dominan dalam Korupsi e-KTP)

Setnov membagi kisah perjuangannya mendapatkan posisi elite melalui karir selama 20 tahun di dunia perpolitikan. Dia mengatakan, karir politik dimulainya dari tingkat yang paling bawah.

Novanto bercerita, dia lahir dari keluarga tak mampu namun memiliki cita-cita dan tekad yang tinggi. Setelah lulus SMA, Novanto berkuliah sambil menyambi bekerja. Dia pernah berjualan beras dan madu di pasar, menjadi model, hingga menjadi sales penjualan mobil selama di Surabaya.

Dari Surabaya, Novanto merantau ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah. Di Jakarta, Novanto kuliah sambil bekerja menjadi pembantu serta sopir bagi anak-anak mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Hayono Isman. Berkat bantuan Hayono, dia pun dapat menyelesaikan kuliah.

"Semua saya lakukan agar saya bisa melanjutkan kuliah," kata Novanto. (Baca juga: Jaksa Tuntut Setnov 16 Tahun dan Cabut Hak Jadi Pejabat Publik)

Dalam perantauan di Jakarta itu lah kemudian Novanto bertemu beberapa politisi kawakan seperti Akbar Tandjung dan Abu Rizal Bakrie. Pertemuan tersebutlah yang kemudian mengantarkannya memulai karier politik melalui Golkar.

Dia kemudian terpilih menjadi anggota DPR pada periode 1999-2004 dari daerah pemilihan (dapil) Nusa Tenggara Timur. Kemenangan Novanto selama tiga periode berturut-turut dari dapil NTT turut pula mendongkrak karirnya di Golkar.

Mulai dari anggota Bendahara Golkar, karier politik meroket hingga menjadi Ketua Fraksi Golkar di DPR. "Puncaknya pada 2 Oktober 2014 saya terpilih sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019, Mei 2016 saya dipercaya menjabat Ketua Umum Partai Golkar periode 2016-2019," kata Novanto.

Novanto mengatakan, kisah hidupnya ini dibacakan dalam pledoi tak sekadar untuk pamrih dan sombong. Hal itu disampaikannya hanya agar masyarakat melihat bahwa dirinya tak seburuk apa yang dibayangkan.

Menurutnya, ada sisi lain dari dirinya yang selama ini tak nampak dalam pemberitaan media massa. Novanto mengaku sedih sebab selama ini masyarakat kerap mencaci dirinya sebagai koruptor lantaran terjaring oleh KPK.

"Sudilah kiranya mengurangi celaan dan cacian yang kejam itu," kata Novanto.

Selain bercerita soal kisah hidupnya, Novanto menutup pledoinya dengan membacakan puisi "Di Kolong Meja" karya Linda Djalil.

Saat puisi tersebut dibacakan, Deisti yang berada di barisan depan kursi pengunjung tampak beberapa kali mengusap air matanya. Sementara Ketua Majelis Hakim Yanto tampak serius memperhatikan dan sempat mengerutkan dahi ketika Setya Novanto membaca puisi.

Berikut puisi "Di Kolong Meja" yang dibacakan Novanto:

Di kolong meja ada debu yang belum tersapu
Karena pembantu sering pura pura tak tahu
Di kolong meja ada biangnya debu yang memang sengaja tak disapu
Bersembunyi berlama-lama karena takut dakwaan seru melintas membebani bahu

Di kolong meja tersimpan cerita seorang anak manusia menggapai hidup
Gigih dari hari ke hari meraih ilmu dalam keterbatasan
Untuk cita-cita kelak yang bukan semu
Tanpa lelah dan malu bersama debu menghirup udara kelabu

Di kolong meja muncul cerita sukses anak manusia yang semula bersahaja
Akhirnya bisa diikuti siapa saja karena cerdas caranya bekerja
Di kolong meja ada lantai yang mulus tanpa cela
Ada pula yang terjal bergelombang siap menganga menghadang segala cita-cita

Apabila ada kesalahan membahana
Kolong meja siap membelah
Menerkam tanpa bertanya
Bahwa sesungguhnya ada berbagai sosok yang sepatutnya jadi sasaran

Di kolong meja ada pecundang yang bersembunyi
Sembari cuci tangan
Cuci kaki
Cuci muka
Cuci warisan kesalahan

Apakah mereka akan senantiasa di sana
Dengan mental banci berlumur keringat ketakutan
Dan sesekali terbahak melihat teman sebagai korban menjadi tontonan?

Jakarta, 5 April 2018


Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Setya Novanto dengan hukuman penjara selama 16 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.

Jaksa juga menuntut hakim agar menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti US$ 7,45 juta dikurangi uang Rp 5 milliar yang sudah dikembalikan Setnov selambat 30 hari setelah putusan. Selain itu jaksa meminta hakim mencabut hak terdakwa menjabat sebagai pejabat publik selama lima tahun.

Jaksa KPK juga mengumumkan menolak memberikan status justice collaborator yang diajukan Setnov karena dianggap kurang kooperatif. Jaksa menjelaskan persyaratan seseorang menjadi justice collaborator harus secara signifikan membongkar kejahatan yang dibuatnya dan pelaku lainnya yang lebih besar, serta mengembalikan hasil seluruh kejahatannya.

Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...