Badan Informasi Geospasial Klaim Integrasi Peta Tematik Selesai 90%
Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Hasanuddin Z. Abidin mengatakan proses integrasi peta tematik secara nasional hampir rampung. Integrasi tersebut untuk merealisasikan kebijakan satu peta (one map policy) guna mencegah tumpang tindih pemanfaatan lahan.
“Per hari ini mungkin 90% lah ya terintegrasi. 10% sedang kami coba bereskan sekarang,” kata Hasanuddin di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (6/4). Rencananya, peta hasil integrasi bakal diluncurkan dalam satu portal khusus pada Agustus 2018 mendatang.
Ia menjelaskan, pada 2016 lalu, integrasi peta tematik difokuskan untuk wilayah Kalimantan, sementara pada 2017 untuk wilayah Sumatera, Sulawesi, Nusa tenggara Bali. Adapun tahun ini, integrasi peta tematik difokuskan untuk wilayah Papua, Maluku, dan Jawa.
(Baca juga: Jokowi : 4 Juta Hektare Lahan Hutan Tumpang Tindih di Kalimantan)
Menurut dia, kendala yang dihadapi untuk integrasi peta yaitu ketersediaan sumber daya manusia. Maka itu, BIG bekerja sama dengan berbagai pihak untuk membantu pengerjaannya, di antaranya universitas negeri di daerah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yaitu World Resources Institute (WRI) untuk membantu peta Papua, Papua Barat, dan Riau.
Nantinya, portal yang memuat peta hasil integrasi akan menjadi basis data nasional yang terkoneksi ke provinsi, kabupaten, kota, dan perguruan tinggi negeri. Jika sudah tersambung, kementerian dan lembaga, serta pemerintah daerah dapat mengakses data tersebut.
Akses data dalam portal tersebut bakal terbagi menjadi tiga kategori yaitu tertutup, terbuka, dan for your eyes only. Adapun for your eyes only hanya bisa dilihat tanpa bisa diunduh. “Dan itu pun layer per layer. Contohnya saja peta Hak Guna Usaha (HGU) oke, poligonnya oke, lokasi oke, tapi nama pemilik mungkin tertutup,” kata dia.
Adapun integrasi peta dilakukan atas 85 peta tematik. Namun, tidak semua wilayah lengkap mengintegrasikan sebanyak itu lantaran peta tematiknya tidak tersedia, misalnya peta rawan tsunami, peta kereta, dan peta batas internasional.
Fungsi dari kebijakan ini adalah untuk mencegah tumpang tindih izin pengguna lahan dalam izin usaha pertambangan, HGU perkebunan, batas daerah dan tata ruang yang belum selesai. Keberadaan peta tersebut juga akan membantu pelaksanaan one single sumbmission alias perizinan usaha terintegrasi. (Baca juga: Sistem Online Perizinan Usaha Berjalan, Akte Perusahaan Sehari Jadi)