Pansus Angket DPR Rekomendasikan KPK Bentuk Dewan Pengawas
Panitia Khusus Hak Angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan rekomendasi terhadap kinerja lembaga antirasuah tersebut dalam Sidang Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (14/2). Ketua Pansus Angket KPK, Agun Gunandjar Sudarsa menyebut ada empat aspek rekomendasi yang diberikan kepada KPK, salah satunya mengenai pembentukan Dewan Pengawas.
Rekomendasi meliputi aspek kelembagaan, kewenangan, anggaran, dan tata kelola sumber daya manusia (SDM). "Rekomendasi ini agar ditindaklanjuti oleh KPK serta lembaga penegak hukum lainnya yang terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing," kata Agun.
Pada aspek kelembagaan, Pansus Angket merekomendasikan agar KPK menyempurnakan struktur organisasinya. Hal ini dimaksudkan agar mencerminkan tugas dan kewenangan KPK sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang meliputi koordinasi, supervisi, penindakan, pencegahan, dan monitoring.
(Baca juga: Pansus Angket DPR Paparkan Empat Temuan soal KPK)
Pansus Angket juga merekomendasikan KPK meningkatkan kerja sama dengan lembaga penegak hukum maupun instansi lainnya, seperti BPK, LPSK, PPATK, Komnas HAM, atau pihak perbankan dalam menjalankan kewenangannya. "Agar upaya pemberantasan korupsi dapat dilakukan secara optimal, terintegrasi, dan bersinergi dengan baik," kata Agun.
Pansus Angket pun menyarankan agar KPK membentuk lembaga pengawas independen melalui mekanisme internal mereka. Menurut Agun, hal ini dilakukan sebagai perwujudan tanggung jawab KPK kepada publik. Selama ini, Pansus Angket menilai pengawasan internal yang dilakukan KPK dianggap kurang tepat karena berada di bawah Deputi. Alhasil, pengawasan internal akan menjadi subordinat.
Agun mengatakan, lembaga pengawas independen nantinya dapat beranggotakan dari unsur internal maupun eksternal KPK. Dari eksternal, KPK dapat mengambil tokoh-tokoh yang memiliki integritas. Sebelumnya, usulan pembentukan Dewan Pengawas KPK juga pernah dilontarkan dalam revisi Undang-undang KPK.
"Dalam kerangka terciptanya check and balances," kata Agun. (Baca juga: MK Terpecah dalam Putusan Sahkan Hak Angket KPK di DPR)
Pada aspek kewenangan, Pansus Angket merekomendasikan KPK menjalankan tugas koordinasi dan supervisi dengan pihak Kepolisian dan Kejaksaan Agung. Selain itu KPK juga diminta membangun jaringan kerja yang kuat.
"Dan menempatkan Kepolisian dan Kejaksaan sebagai "counterpartner" yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien," kata Agun.
Dalam menjalankan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi, Pansus Angket merekomendasikan KPK lebih memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan mengacu pada hukum acara pidana yang berlaku. KPK juga diminta memperhatikan pula peraturan perundang-undangan lainnya, seperti UU LPSK, UU yang mengatur tentang HAM, dan tata kelola tentang rumah penyimpanan benda sitaan negara (rupbasan)
"Kepada KPK, dalam tugas melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara, agar dapat membangun sistem pencegahan yang sistematik yang dapat mencegah korupsi kembali terulang dalam mencegah penyalahgunaan keuangan negara," kata Agun.
Pada aspek anggaran, Pansus Angket juga merekomendasikan KPK meningkatkan dan memperbaiki tata kelola anggarannya sesuai hasil rekomendasi BPK. Agun menyebut, KPK saat ini masih belum sesuai menindaklanjuti 47 rekomendasi dari BPK.
(Lihat: Tren Korupsi Meningkat, KPK Dikebiri)
Hal itu antara lain lima rekomendasi belum ditindaklanjuti dan dua rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan yang sah. "Untuk itu KPK perlu menindaklanjuti hasil audit BPK dan menjalankan rekomendasinya," kata Agun.
Agun memastikan, DPR akan mendorong peningkatan anggaran KPK untuk mengoptimalkan penggunaannya dalam fungsi pencegahan. Fungsi tersebut, seperti pendidikan, sosialisasi, dan kampanye antikorupsi.
"Sehingga dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif kepada masyarakat dengan harapan berkurangnya kasus korupsi di masa yang akan datang," kata Agun.
Pada aspek tata kelola sumber daya manusia, Pansus Angket meminta KPK memperbaikinya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
"Kepada KPK agar semakin transparan dan terukur dalam proses pengangkatan, promosi, mutasi, rotasi, hingga pemberhentian SDM KPK dengan mengacu pada undang-undang yang mengatur tentang aparatur sipil negara, kepolisian, dan kejaksaan," kata dia.
Dengan rekomendasi tersebut, Pansus Angket pun memutuskan dan menetapkan agar KPK dalam kurun waktu lima tahun mampu meningkatkan Indeks Persepsi Korupsi.
Mereka juga meminta KPK menetapkan arah kebijakan penegakan hukum pemberantasan yang sejalan dengan program pembangunan pemerintah, menindaklanjuti temuan pansus, dan mempertanggungjawabkannya kepada publik melalui pengawasan alat kelengkapan dewan DPR RI.
"Dengan demikian tugas Panitia Angket DPR RI tentang Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dinyatakan selesai," kata Agun.
Menyikapi hasil rekomendasi Pansus Angket tersebut, KPK mengirimkan surat kepada DPR pada 13 Februari 2018. Dalam suratnya, KPK menyatakan menghormati laporan dan rekomendasi yang dikeluarkan Pansus Angket.
Kendari demikian, KPK menyatakan tidak sepenuhnya sependapat terhadap laporan dan rekomendasi Pansus Angket. KPK pun menyatakan akan menjalankan rekomendasi Pansus Angket yang relevan untuk mendorong penguatan lembaga dan pemberantasan korupsi.
"Meski demikian, KPK tidak sepenuhnya setuju, walaupun kami sependapat dengan beberapa rekomendasi pansus dan ke depan kami akan laksanakan," kata Agun membacakan surat KPK tersebut.