Hentikan Gugatan Properti Reklamasi, BPSK Diadukan ke Ombudsman
Sembilan konsumen properti elit Golf Island di Pulau Reklamasi Teluk Jakarta melaporkan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta ke Ombudsman RI. Mereka melaporkan BPSK karena menghentikan gugatan konsumen terhadap pengembang Golf Islands, PT Kapuk Naga Indah (KNI).
Sembilan konsumen ini menggugat KNI untuk mengembalikan uang cicilan yang telah dibayarkan sebesar Rp 36,7 miliar atas pembelian 11 unit properti. Konsumen menggugat karena ketidakpastian hukum dalam pembangunan properti di atas lahan reklamasi tersebut.
Namun, setelah sidang ketiga, BPSK menghentikan gugatan dengan alasan PT KNI tidak bersedia sengketanya diselesaikan lewat lembaga tersebut. PT KNI meminta agar penyelesaian sengketa dilakukan melalui pengadilan negeri.
Kuasa hukum sembilan orang konsumen properti Golf Island, Rendy Anggara Putra, berharap Ombudsman meneliti dugaan BPSK melakukan tindak maladministrasi. Menurut Rendy, BPSK seharusnya mengeluarkan produk hukum berupa putusan, bukan penetapan untuk tidak melanjutkan perkara.
"Kalau kami minta penyelesaian sengketa harusnya ada putusan ditolak atau diterima, makanya kalau menurut kami BPSK prematur mengeluarkan penetapan dan menutup sidang kami," kata Rendy di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (4/1).
(Baca: Badan Sengketa Hentikan Gugatan Pembeli Properti di Pulau Reklamasi)
Rendy mengatakan, penghentian perkara oleh BPSK diduga telah melanggar amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selain itu, terbitnya penetapan tersebut juga dianggap sebagai preseden buruk bagi BPSK yang seharusnya mempermudah penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha.
"Setiap gugatan yang diselesaikan di BPSK, (pelaku usaha) hanya tinggal menjawab kami tidak bersedia menyelesaikan, akan di-case closed oleh BPSK. Ini kan preseden buruk. judulnya saja perlindungan konsumen, maksudnya melindungi hak-hak konsumen," kata Rendy.
Rendy mengatakan, pihaknya melaporkan ke BPSK dengan harapan agar nantinya Ombudsman dapat memberikan rekomendasi atas terjadinya masalah ini. Alhasil, di kemudian hari BPSK tak hanya mengeluarkan penetapan, namun putusan beserta rekomendasi atas sengketa yang diperkarakan.
Menurut Rendy, BPSK memiliki kewenangan yang cukup besar untuk menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. BPSK bahkan bisa memberikan rekomendasi agar sengketa dapat diusut lebih lanjut oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Perdagangan ataupun Kepolisian.
(Baca: Pembeli Properti Elite di Pulau Reklamasi Jakarta Gugat Pengembang)
Selain melapor ke Ombudsman, sembilan konsumen properti juga berencana menggugat uji materi Pasal 45 ayat 2 UU Perlindungan Konsumen ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal tersebut menyatakan bahwa penyelesaian sengketa di luar pengadilan, seperti BPSK berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
Menurut Rendy, Pasal 45 ayat 2 UU Perlindungan Konsumen justru mempersulit upaya perlindungan konsumen ketika bersengketa dengan pelaku usaha. Sebab, upaya penyelesaian sengketa melalui jalur di luar pengadilan tak bisa dilakukan jika pelaku usaha menolaknya jika merujuk pada pasal tersebut.
"Kalau pelaku usaha menolak di BPSK, maka tidak akan ada perkara di BPSK, tutup saja BPSKnya. enggak ada fungsinya," kata Rendy.
Rendy juga berencana kembali menggugat PT KNI ke BPSK. Menurutnya, gugatan yang diajukan selanjutnya terkait dengan klausul kewajiban konsumen membayar cicilan. Jika cicilan tidak dibayarkan dalam waktu dua bulan, maka unit properti yang dibayarkan akan hangus.
Menurut Rendy, klausul tersebut seharusnya tidak dicantumkan ketika melakukan transaksi jual beli. Klausul tersebut, kata Rendy, tak memberikan prinsip keadilan sebagaimana dimaksud dalam UU Perlindungan Konsumen.
"Kami lagi diskusikan dulu sama konsumen. Nanti konsumen yang akan menentukan seperti apa," kata Rendy.
Golf Island merupakan proyek properti elite yang menghubungkan antara Pulau C,D dan Pantai Indah Kapuk. Rumah yang dibangun ditawarkan dengan harga sekitar Rp 2-9 miliar per unit. Sementara rumah kantor yang menghadap pantai mencapai Rp 11 miliar per unit. Para konsumen membeli properti sejak 2013, dan pembayaran cicilan berhenti saat ditetapkan moratorium reklamasi. Setelah pemerintah mencabut moratorium, konsumen kembali ditagih pengembang.
(Baca: Tarik Dua Raperda, Anies Dinilai Serius Hentikan Reklamasi Jakarta)