Ombudsman Temukan Kesalahan 4 Institusi Negara dalam Kasus PT IBU

Michael Reily
21 November 2017, 15:06
Penggerebekan Beras Ilegal
ANTARA FOTO/Risky Andrianto
(kedua kanan), Ketua Komisi Pengawas Persaiangan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf (kiri) dan Sekjen Kementerian Perdagangan Karyanto (kanan) menunjukkan karung berisi beras yang dipalsukan kandungan karbohidratnya dari berbagai merk saat penggerebekan gudang be

Ombudsman Republik Indonesia menyatakan ada empat praktik maladministrasi dalam kasus ‘Beras Maknyuss’ produksi PT Indo Beras Unggul (IBU). Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LHAP) itu ditujukan kepada Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kepolisian Republik Indonesia, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Anggota Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih menyatakan pihak terkait harus segera melakukan tindakan pembenaran dalam batas waktu 30 hari sejak 21 November 2017. “Apabila ada pihak yang tidak melakukan upaya korektif, laporan akan kami naikkan statusnya jadi rekomendasi,” kata Alamsyah kepada wartawan di Gedung Ombudsman, Jakarta, Selasa (21/11).

Rekomendasi bakal ditujukan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selain itu, isi laporan juga akan disampaikan secara terbuka kepada masyarakat. Perwakilan Kementerian Pertanian tidak datang dalam pemberian LHAP.

(Baca juga: Mantan Menteri Pertanian Ikut Tercoreng Kasus Beras "Maknyuss")

Alamsyah mengungkapkan ada 4 hal yang mesti diperhatikan oleh kementerian dan lembaga terkait. Meski tidak menjabarkan secara detail, ia menjelaskan langkah korektif harus segera dilakukan agar tidak terulang.

Pertama, Kementerian Pertanian harus lebih memperhatikan penyampaian informasi kepada masyarakat yang bersifat statistik. Dalam kasus PT IBU misalnya, kerugian masyarakat sempat disebut mencapai puluhan triliun, namun tidak terbukti.

Kementerian dan lembaga harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan Badan Pusat Statistik (BPS) sebelum memberikan data kepada publik. Sebab, penyampaian informasi yang tidak akurat bisa melanggar Undang-undang terkait Statistik. “Supaya tidak menimbulkan simpang siur informasi kepada masyarat dan menyebabkan kerugian,” kata Alamsyah.

Kedua, Kementerian Perdagangan harus memperhatikan prosedur pembuatan regulasi yang melibatkan banyak pihak. Selain itu, sosialisasi juga dipelukan untuk aturan yang akan diterbitkan.

Menurutnya, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 47 Tahun 2017 soal Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang tidak jadi diundangkan bisa membingungkan masyarakat.

(Baca juga: Polisi Klaim Bos PT IBU Mengaku Salah dalam Kasus Beras Maknyuss)

Ketiga, kelengkapan prosedur penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan Kepolisian RI. Meski masalahnya bukan mengenai substansi, penegak hukum harus memperhatikan Standar Operasional Prosedur (SOP).

Alamsyah mengungkapkan temuannya bersifat teknis, tapi akan berakibat panjang jika terus-menerus dihiraukan. “Masalah surat-menyurat contohnya, saya tidak bisa menjelaskan detail karena masih menjadi objek di pengadilan,” ujarnya.

Keempat, independensi KPPU harus lebih ditingkatkan. Alamsyah menyayangkan peran KPPU dalam penggeledahan yang dilakukan oleh anggota. Dampaknya bakal mengarah kepada integritas KPPU dalam bersikap netral pada persaingan usaha. “Masyarakat bakal terganggu terhadap keberpihakan KPPU,” ujar Alamsyah.

Selain integritas, dia juga meminta supaya KPPU segera menyelesaikan penelitian tentang pangan sehingga situasi persaingan usaha bisa terpetakan. Lebih jauh, masyarakat bisa mendapatkan informasi yang valid.

(Baca juga:  PT IBU Mengaku Keuntungan dari Jualan Beras "Maknyuss" Kurang Dari 10%)

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) juga meminta rekomendasi Ombudsman agar menjadi salah satu pihak yang terlibat dalam regulasi pangan. Namun, Alamsyah mengungkapkan pengaturan masih diserahkan kepada Kementerian Pertanian.

Ombudsman juga memberikan tahapan konsultasi kepada kementerian dan lembaga terkait yang ingin melakukan tindakan korektif. Alamsyah juga menekankan supaya Kementerian Perdagangan berinisiatif menerima laporan.

Pasalnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman sudah dua kali mangkir dari panggilan. “Jika tidak melakukan langkah korektif, itu urusan mereka dengan atasannya, dalam hal ini Presiden,” ujar Alamsyah.

Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...